digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Silvana Anggraeni
PUBLIC yana mulyana

COVID-19 dapat memicu terjadinya badai sitokin dan hiperinflamasi sistemik menyebabkan peningkatan aktivasi koagulasi dan mengakibatkan hiperkoagulasi. Keadaan hiperkoagulasi pada pasien COVID-19 meningkatkan risiko terjadinya trombosis dan tromboemboli. Antikoagulan parenteral digunakan sebagai tromboprofilaksis dan terapi trombosis pada pasien COVID-19. Antikoagulan dihubungkan dengan tingginya persentase masalah terkait obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antikoagulan parenteral pada pasien terkonfirmasi COVID-19 dan mengetahui variabel yang mempengaruhi masalah terkait obat antikoagulan tersebut. Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan pengambilan sampel data rekam medis pasien yang dirawat inap di ruang pinere pada bulan Maret-Oktober 2021. Analisis masalah terkait obat (DRP) antikoagulan parenteral menggunakan PCNE 9.1. Hasil penelitian menunjukkan fondaparinux (53,66%) merupakan antikoagulan parenteral terbanyak yang diberikan. Dari 123 sampel, terdapat 63 subjek mengalami masalah terkait obat dan 60 subjek tidak mengalami masalah terkait obat. Interaksi obat 48 kasus (51,61%) dan regimen terlalu sering 22 kasus (23,66%) merupakan penyebab masalah terkait obat terbanyak. Terdapat 6 kasus mengalami perdarahan dan 7 kasus suspek heparin-induced thrombocytopenia. Chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara potensi masalah terkait obat dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Jenis rawat inap (Intensive Care Unit atau ICU dan non-ICU) menunjukkan hubungan bermakna secara statistika terhadap kejadian DRP (p<0,05). Berdasarkan analisis bivariat dan multivariat, jenis rawat inap merupakan variabel yang menunjukkan hubungan bermakna terhadap kejadian masalah terkait obat antikoagulan (p<0,05). Nilai OR (odds ratio) yaitu 4,630 dengan confidence interval 1,224-17,513. Dari penelitian ini, sebagian pasien COVID-19 yang menggunakan antikoagulan mengalami kejadian masalah terkait obat. Pasien yang dirawat inap ICU berisiko mengalami kejadian DRP sebesar 4,6 kali dibandingkan pasien yang dirawat inap non-ICU.