digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Devara Izaz Fathan
PUBLIC Alice Diniarti

Pertumbuhan ekonomi suatu negara ditandai dengan adanya pertumbuhan kebutuhan listriknya. Kelistrikan menjadi aspek yang penting untuk mendukung berbagai kegiatan perekonomian. Kapasitas pembangkit Energi Baru Terbarukan di Indonesia saat ini didominasi oleh PLTA sebesar 8,58% dan PLTP sebesar 3,06%. Pada tahun 2019, total kapasitas PLTP yang terpasang mencapai 2130,7 MW yang tersebar di 8 provinsi di Indonesia. Salah satu daerah yang memiliki potensi panas bumi adalah kawasan Telaga Ngebel yang terletak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementrian ESDM, kawasan Telaga Ngebel ini masuk dalam Wilayah Kerja Pertambangan dengan potensi terduga 120 MW. Sedangkan untuk temperatur dari panas bumi di daerah Ngebel ini sebesar 146.6°????. Penelitian ini ditujukan untuk membandingkan berbagai model dalam pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan melihat daya keluaran dan effisiensinya. Pemodelan terbagi dalam ORC murni dan ORC yang dikombinasikan dengan recuperator dan preheater. Berdasarkan hasil simulasi, dapat disimpulkan bahwa daya keluaran dan efisiensi sistem akan lebih besar jika menggunakan preheater dan recuperator dalam sistem. Dengan hasil simulasi yang didapatkan untuk keluaran daya output sebesar 1632.35 kW dan efisiensi sebesar 14.07 %. Dari hasil analisis sensitivitas, perubahan tekanan, laju aliran massa, dan suhu akan mempengaruhi daya keluaran dan efisiensi sistem. Semakin besar suhu dan laju aliran massa maka semakin tinggi daya keluaran yang didapatkan, dan terdapat titik belok dan titik saturasi. Dari segi LCOE, keempat sistem memiliki nilai kurang dari 9.7 sen/kWh. Sedangkan dari segi IRR, pembangkit dengan sistem preheater dan recuperator tidak memenuhi MARR 9%, sedangkan yang lainya memenuhi. Dari segi NPV dan Payback Period, semua sistem yang didesain layak untuk dijalankan. Perubahan faktor kapasitas dan biaya investasi akan mempengaruhi NPV, IRR, dan Payback Period.