ABSTRAK Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC Alice Diniarti COVER Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC Alice Diniarti BAB 1 Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC Alice Diniarti BAB 2A Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC  BAB 2B Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC  BAB 3 Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC Alice Diniarti BAB 4 Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC Alice Diniarti BAB 6 Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC Alice Diniarti PUSTAKA Aron Hatuaon Marpaung
PUBLIC Alice Diniarti
Dalam berbagai masterplan pengendalian banjir Teluk Jakarta mulai dari NCICD
2014 s.d. IFSP 2019, diperlihatkan bahwa Coastal Reservoir (CR) menjadi
komponen penting yang akan dibangun. Permasalahannya adalah CR dalam
masterplan tersebut merupakan suatu sistem tertutup, sehingga berapapun volume
air sungai akan masuk kedalam CR tidak bisa dialihkan ke tempat lain secara
gravitasi. Akibatnya, dibutuhkan kapasitas pompa yang cukup besar untuk
membuang air berlebih. Jika pompa rusak, walaupun tersedia pintu air, namun pintu
air bersatu dengan roller gate dan shiplock, sehingga rumit untuk dioperasikan dan
CR rentan terhadap masuknya air laut. Hal yang tidak bisa dicegah adalah kondisi
kualitas air yang masuk saat terjadi bencana lingkungan berupa pencemaran berat
disungai, air berpolutan akan masuk ke sistem CR. Belajar dari peristiwa bencana
Danau Shiwa Korea Selatan, untuk pre-design stage B IFSP 2019,
direkomendasikan bypass channel (BC). Melalui pengaturan kuantitas dan kualitas
air pada BC, kualitas air CR lebih terjamin dan biaya operasional pompa tidak
dibutuhkan karena air yang tidak diperlukan dapat dialirkan langsung ke laut. Untuk
mencegah banjir terjadi di pulau reklamasi yang berada pada posisi (+)2.00 m,
dibutuhkan 3 pintu pada BC. Elevasi air maksimum BC saat debit puncak
Cengkareng Drain dan BKB mencapai (+)0.96 m. Jika CR disimulasikan
mengalami dam break, elevasi air maksimum BC (+)0.80 m.