digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Alice Diniarti

COVER Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 1 Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB 2 Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB 3 Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB 4 Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB 5 Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB 6 Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB 7 Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Dedi Rosadi

PUSTAKA Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Alice Diniarti

PUSTAKA Maria Indira S Pakpahan
PUBLIC Dedi Rosadi

Jalur subduksi yang terdapat di selatan Pulau Jawa memberikan peluang akan terjadinya perulangan gempa bumi besar bawah laut yang berpotensi menyebabkan terjadinya tsunami sehingga diperlukan adanya penelitian mengenai endapan paleotsunami untuk mengetahui pola tsunami yang telah terjadi di sisi selatan Pulau Jawa. Daerah Ciracap dipilih untuk mengorelasikan keterdapatan endapan paleotsunami dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti di Pangandaran, Cilacap, Ciracap, Wonoharjo, dan Kutoarjo. Penelitian dilakukan pada sampel bor tangan UG05B sepanjang 500 cm. Identifikasi karakteristik endapan paleotsunami diperoleh dengan melakukan pengamatan megaskopis endapannya, analisis laboratorium yaitu analisis besar butir (granulometri), unsur kimia, loss on ignition, dan foraminifera. Hasil analisis terhadap sampel menunjukkan adanya enam lapisan paleotsunami yang diendapkan di lingkungan swale. Keenam endapan paleotsunami tersebut memiliki ukuran butir yang relatif lebih kasar dibanding endapan lainnya. Lapisan Pasir A berukuran butir lanau hingga pasir sangat halus dengan fragmen batupasir dan pecahan koral. Lapisan Lanau A berukuran butir lanau hingga pasir sangat halus dengan fragmen kerikil serta pecahan koral. Lapisan Pasir B berukuran butir lanau hingga pasir halus dengan fragmen kerikil dan pecahan moluska. Lapisan Pasir C berukuran butir pasir sangat halus hingga pasir halus dengan fragmen kerikil dan pecahan koral. Lapisan Lanau B berukuran butir lanau hingga pasir sangat halus dengan pecahan koral dan fragmen kerikil. Lapisan Lanau D berukuran butir lanau hingga pasir sangat halus dengan fragmen kerikil serta pecahan koral. Hasil analisis granulometri menunjukkan bahwa Lapisan Pasir A memiliki matriks dengan ukuran butir pasir sangat halus dengan distribusi bimodal, Lapisan Lanau A matriks berukuran lanau sangat kasar dengan distribusi bimodal, Lapisan Pasir B matriks berukuran pasir sangat halus dengan distribusi trimodal, Lapisan Pasir C matriks berukuran pasir halus dengan distribusi unimodal, Lapisan Lanau B matriks berukuran lanau sangat kasar dengan distribusi trimodal, dan Lapisan Lanau D matriks berukuran lanau kasar dengan distribusi bimodal. Hasil analisis unsur kimia menunjukkan kandungan unsur Ca, Sr, dan Zr yang merupakan penciri lingkungan laut serta lingkungan pengendapan berenergi tinggi mengalami kenaikan pada keenam endapan paleotsunami dibandingkan pada endapan non-paleotsunami serta hasil analisis loss on ignition menunjukkan bahwa pada keenam endapan paleotsunami ditemukan adanya penurunan kandungan material organik serta kenaikan material karbonat yang mengindikasikan adanya pengaruh laut pada lingkungan swale. Pada keenam endapan paleotsunami ditemukan adanya percampuran foraminifera dari zona lingkungan hidup yang berbeda yaitu lingkungan hidup litoral, neritik tengah, dan/atau neritik luar.