Penelitian dilakukan di tambang batubara Asam-asam yang dimiliki oleh PT
Arutmin Indonesia. Tambang batubara tersebut berada di Desa Asam-asam,
Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Aktivitas
pertambangan batubara dapat menimbulkan beberapa efek negatif pada tanah di
sekitar area tambang. Efek negatif pertama adalah penurunan kualitas tanah yang
dicirikan dengan sifat fisika dan kimia (karakteristik) tanah yang buruk, sehingga
tanah menjadi kurang ideal untuk pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, PT
Arutmin Indonesia melakukan upaya reklamasi guna memperbaiki kualitas tanah
yang rusak akibat aktivitas pertambangan tersebut. Reklamasi merupakan akhir dari
kegiatan pertambangan yang diharapkan dapat mengembalikan lokasi tambang ke
kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif, sehingga
karakteristik tanah pada area reklamasi penting untuk diteliti agar efektivitas proses
reklamasi dapat diketahui. Selain itu, karakteristik tanah pada area yang belum
dilakukan proses reklamasi juga penting untuk diteliti agar bisa dijadikan sebagai
perbandingan. Setelah dilakukan uji di laboratorium, diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara sifat fisika dan kimia tanah di area reklamasi dan
area yang belum direklamasi. Hal tersebut menandakan bahwa proses reklamasi
tidak berjalan secara optimal. Berdasarkan atas uji sifat fisika dan kimia tanah di
laboratorium, diketahui bahwa sebesar 56,25% tanah pada daerah penelitian
memiliki tekstur lempung, 56,25% memiliki berat isi yang terindikasi telah
mengalami pemadatan (>1,37 g/cm3), 56,25% memiliki porositas yang jelek
(<50%), 86,67% memiliki permeabilitas yang terlalu lambat (<2 cm/jam), 93,75%
memiliki pH yang terlalu asam (<6), 93,75% memiliki kandungan C-organik dan
N-total yang terlalu rendah (<2% dan <0,2%), 62,5% memiliki rasio C/N yang
terlalu rendah (<11) dan 18,75% terlalu tinggi (>15), serta nilai KTK yang
seluruhnya terlalu rendah (<5 cmol/kg). Sifat fisika dan kimia tanah yang jelek pada
daerah penelitian dapat dipengaruhi oleh faktor geologi, yaitu batuan asal. Daerah
penelitian tersusun atas batuan asal yang memiliki ukuran butir pasir halus hingga
lanau. Hal ini menyebabkan tanah hasil lapukan dari batuan asal tersebut umumnya
(87,5%) bertekstur halus. Adapun batuan asal tersebut tersusun atas mineral utama
berupa kuarsa (resisten) dan felspar (terlapukan menjadi kaolinit). Keberadaan
mineral kuarsa menyebabkan tanah memiliki pH yang rendah (asam) dan
keberadaan mineral kaolinit menyebabkan tanah memiliki nilai KTK yang rendah. Efek negatif kedua dari aktivitas pertambangan adalah meningkatnya risiko tanah
untuk tercemar limbah hidrokarbon aromatik polisiklik yang jika terpapar pada
manusia dapat menyebabkan iritasi hingga kanker. Oleh karena itu, penting untuk
mengetahui kadar hidrokarbon aromatik polisiklik pada tanah di daerah penelitian.
Setelah dilakukan uji di laboratorium, ditemukan adanya 6 jenis hidrokarbon
aromatik polisiklik (naphthalene, acenaphthene, phenanthrene, pyrene,
benzo[a]antracene, dan benzo[a]pyrene) dengan nilai masing-masing <3,37
mg/kg, <1,04 mg/kg, <1,22 mg/kg, <1,60 mg/kg, <1,63 mg/kg, <0,75 mg/kg.
Adapun kadar kontaminan naphthalene, acenaphthene, phenanthrene, dan pyrene
di tanah pada daerah penelitian telah melewati batas ambang dan berbahaya bagi
manusia. Selain itu, diketahui bahwa faktor geologi (kelas batubara) memberi
pengaruh terhadap keberadaan kontaminan hidrokarbon aromatik polisiklik di
tanah. Berdasarkan atas analisis proksimat, diketahui bahwa daerah penelitian
tersusun atas batubara kelas lignite A hingga high-volatile bituminous C. Namun,
secara umum daerah penelitian didominasi oleh batubara kelas sub-bituminous C
yang menyebabkan tanah di daerah penelitian mengandung banyak HAP LMW dan
sedikit HAP HMW yang dapat didegradasi melalui proses fitoremediasi dan
fotodegradasi.
Perpustakaan Digital ITB