digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Zagy Yakana Berian
PUBLIC Alice Diniarti

Indonesia dikaruniai potensi energi panas bumi yang berlimpah. Karena potensinya, Pulau Flores dijadikan pulau pertama di Indonesia yang berjuluk Pulau Panas Bumi seturut Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 2268K/30/MEM/2017 tentang penetapan Geothermal Island. Di samping itu, di Pulau Flores tersedia potensi energi surya sekitar 5-6 kWh/m2/hari. Sementara itu, sistem kelistrikan di Pulau Flores saat ini masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) untuk pemenuhan beban puncak. Dengan demikian timbul peluang untuk merancang dan menerapkan sistem pembangkit daya hibrida energi panas bumi dan energi surya sebagai pengganti PLTD. Pembangkit daya hibrida sebagai penambah produksi listrik untuk beban puncak dirancang sebagai sistem pembangkit daya panas bumi siklus single-flash yang dipadukan dengan sistem surya berupa sistem kolektor surya ragam ceruk parabolik (PTC) dan sistem penyimpan energi termal (TES) yang menggunakan minyak sintetis fluida sebagai penghantar panas dan campuran garam sebagai fluida pengyimpan panas. Untuk menentukan pola operasi pembangkit daya hibrida dilakukan kajian pola konsumsi listrik di Pulau Flores. Prediksi potensi energi surya pada PTC untuk sumbu putar arah Timur–Barat (T–B) dan Utara–Selatan (U–S) dilakukan dengan pengombinasikan rumusan empirik daya radiasi surya model langit cerah dan data lama penyinaran matahari (LPM) dari Badan Meteorlogi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk Stasiun Frans Sales Lega kurun 2017–2019. Daya mampu pembangkit hibrida dihitung dengan menerapkan analisis neraca massa dan energi melalui peranti lunak Aspen HYSYS pada kondisi tunak untuk pembangkit daya panas bumi tunggal dan pembangkit daya hibrida. Sebagai tambahan, dilakukan pembandingan emisi karbon dioksida dari PLTD, pembangkit daya panas bumi tunggal dan pembangkit daya hibrida. Rancangan pembangkit daya hibrida menerapkan sistem PTC sumbu putar U–S dengan energi radiasi rerata harian 5,5 kWh/m2/hari. Sistem kolektor surya memerlukan luas apertur sebesar 3 ha dan volume sistem penyimpan panas sebesar 3.000 m3. Sistem pembangkit hibrida tersebut meningkatkan kualitas uap fluida panas bumi dari 0,56 menjadi 0,66. Pada tekanan uap masuk turbin sebesar 10 bar.a, tekanan kondensor 0,08 bar.a dan durasi operasi 1.215 jam per tahun, dicapai kenaikan produksi listrik sebesar 5.450 MWh/tahun. Dibandingkan dengan PLTD, pengurangan emisi karbon dioksida pada PLTP tunggal dan hibrida adalah 86% dan 93%.