digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Visualisasi telah menjadi tahapan penting dalam perancangan arsitektur sebagai cara arsitek sebagai perancang mengkomunikasikan gagasannya yang masih bersifat abstrak atau belum memiliki bentuk fisik secara visual atau grafis. Sehingga, pihak yang menjadi lawan bicara arsitek dapat mencerna gagasan tersebut dengan baik seperti bagaimana ruang beserta komposisi dibentuk. Seiring berjalannya waktu, media pemodelan arsitektur pun berkembang mulai dari media tanah liat hingga munculnya teknologi Computer-Aided Design (CAD) yang saat ini umum digunakan. Namun, sistem CAD memiliki keterbatasan jika digunakan pada tahap konseptual. Salah satunya adalah kemampuan prototyping sebagai tidak memanipulasi obyek secara langsung (direct manipulation) yang memungkinkan arsitek sebagai perancang melakukan interaksi langsung dengan obyek 3D yang ingin dimanipulasi pada sebuah lingkungan virtual, layaknya seperti melakukan manipulasi point and click menggunakan kursor. Menjelang abad ke-21, metode pemodelan arsitektur mulai dipengaruhi oleh teknologi grafis komputer terutama ketika teknologi virtual reality (VR) lebih mudah dijangkau oleh konsumen pada awal tahun 2011. Sehingga, hal ini dapat mendorong pemanfaatan VR sebagai metode pemodelan perancangan arsitektur. Walaupun begitu, penggunaan teknologi virtual reality di bidang arsitektur masih sebatas hanya menampilkan model 3D sebagai visualisasi immersive. Situasi seperti ini membuka peluang eksplorasi lebih jauh penggunaan VR untuk menangani keterbatasan yang dimiliki oleh sistem CAD yang ada, khususnya pada kemampuan prototyping atau direct manipulation. Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian efektivitas penggunaan teknologi VR dalam melakukan pemodelan perancangan arsitektur pada konseptual dengan memerhatikan faktor-faktor pembentuk pengalaman VR yaitu immersion sebagai sensasi berada di sebuah lingkungan yang berbeda dan interaction sebagai situasi keterlibatan pengguna pada sebuah lingkungan termasuk adanya kebebasan eksplorasi dan bertindak di dalamnya. Penelitian berfokus pada sisi tindakan direct manipulation menjadi inti pengalaman/experience dari perancangan arsitektur tahap konseptual. Adanya aksi-reaksi sensorik pada pengguna ketika merasakan iii sebuah pengalaman VR menciptakan adanya loop pada sisi persepsi pengguna dan sisi simulasi pada lingkungan virtual. Melihat fenomena tersebut, maka dirumuskan bahwa penelitian bertujuan untuk mengetahui tendensi pengguna untuk merasa “hanyut” atau immerse atau merasakan immersion di dalam lingkungan virtual dan faktor-faktor signifikan yang memengaruhi tendensi tersebut; mengetahui sejauh apa presensi yang dirasakan pengguna di dalam simulasi immersive virtual reality untuk perancangan arsitektur tahap konseptual dan faktor-faktor utama yang memengaruhi pengalaman yang dialami oleh pengguna; dan mengetahui efektivitas penggunaan simulasi immersive virtual reality sebagai salah satu alat untuk perancangan arsitektur di tahap konseptual dilihat dari korelasi antara tendensi immersion perancang dengan faktor presence yang terpicu ketika melakukan simulasi. Penelitian ini menggunakan strategi penelitian kuantitatif bersifat riset simulasi, khususnya simulasi pada proses perancangan arsitektur tahap konseptual. Simulasi yang dilakukan berupa simulasi perancangan bangunan sederhana berupa shelter menggunakan sistem VR berbasis head-mounted device dan alat kendali berupa gamepad controller. Aplikasi simulasi dikembangkan menggunakan game engine Unity3D dan Visual Studio IDE dengan bahasa pemrograman C#. Pengembangan aplikasi simulasi VR pun berfokus pada interaksi dan kendali dasar. Jenis sampling yang digunakan adalah non-random sampling dengan teknik purposive sampling dengan latar belakang responden adalah mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan arsitektur. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan simulasi perancangan arsitektur tahap konseptual menggunakan aplikasi simulasi VR pada responden, serta menggunakan kuesioner Immersive Tendency Questionnaire untuk pra-simulasi dan kuesioner Presence Questionnaire untuk pasca-simulasi. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis korelasi multivariat untuk tahap pra-simulasi, analisis data visual pada tahap simulasi dan analisis komponen prinsip serta analisis faktor pada tahap pasca-simulasi. Pada akhir penelitian, ditemukan bahwa penggunaan teknologi VR sebagai metode pemodelan perancangan arsitektur pada tahap konseptual disimpulkan hampir efektif namun cenderung belum seefektif alat pemodelan konvensional saat ini. Hal ini tidak berarti teknologi VR tidak dapat digunakan sama sekali dalam perancangan arsitektur. Pengembangan teknologi VR untuk perancangan arsitektur perlu difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman pengguna seperti kemampuan adaptasi dan pengendalian diri pengguna untuk dapat immerse di lingkungan virtual, kemampuan interaksi pengguna untuk merancang di lingkungan virtual, kemampuan indera pengguna dalam mengukur skala ruang dan obyek, kemampuan fokus pengguna dalam berinteraksi di lingkungan virtual, keefektifan interaksi pengguna dalam mencapai tujuan desain dan adanya gangguan mekanis serta visual di lingkungan virtual. Terlebih lagi, adanya temuan akan kecenderungan pengguna untuk hanyut/immerse dan dapat menghadirkan dirinya/presence di dalam lingkungan virtual tetap memberi peluang akan penggunaan VR pada proses perancangan arsitektur.