Visualisasi telah menjadi tahapan penting dalam perancangan arsitektur sebagai
cara arsitek sebagai perancang mengkomunikasikan gagasannya yang masih
bersifat abstrak atau belum memiliki bentuk fisik secara visual atau grafis. Sehingga,
pihak yang menjadi lawan bicara arsitek dapat mencerna gagasan tersebut dengan
baik seperti bagaimana ruang beserta komposisi dibentuk. Seiring berjalannya
waktu, media pemodelan arsitektur pun berkembang mulai dari media tanah liat
hingga munculnya teknologi Computer-Aided Design (CAD) yang saat ini umum
digunakan. Namun, sistem CAD memiliki keterbatasan jika digunakan pada tahap
konseptual. Salah satunya adalah kemampuan prototyping sebagai tidak
memanipulasi obyek secara langsung (direct manipulation) yang memungkinkan
arsitek sebagai perancang melakukan interaksi langsung dengan obyek 3D yang
ingin dimanipulasi pada sebuah lingkungan virtual, layaknya seperti melakukan
manipulasi point and click menggunakan kursor.
Menjelang abad ke-21, metode pemodelan arsitektur mulai dipengaruhi oleh
teknologi grafis komputer terutama ketika teknologi virtual reality (VR) lebih
mudah dijangkau oleh konsumen pada awal tahun 2011. Sehingga, hal ini dapat
mendorong pemanfaatan VR sebagai metode pemodelan perancangan arsitektur.
Walaupun begitu, penggunaan teknologi virtual reality di bidang arsitektur masih
sebatas hanya menampilkan model 3D sebagai visualisasi immersive. Situasi seperti
ini membuka peluang eksplorasi lebih jauh penggunaan VR untuk menangani
keterbatasan yang dimiliki oleh sistem CAD yang ada, khususnya pada kemampuan
prototyping atau direct manipulation.
Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian efektivitas penggunaan teknologi VR
dalam melakukan pemodelan perancangan arsitektur pada konseptual dengan
memerhatikan faktor-faktor pembentuk pengalaman VR yaitu immersion sebagai
sensasi berada di sebuah lingkungan yang berbeda dan interaction sebagai situasi
keterlibatan pengguna pada sebuah lingkungan termasuk adanya kebebasan
eksplorasi dan bertindak di dalamnya. Penelitian berfokus pada sisi tindakan direct
manipulation menjadi inti pengalaman/experience dari perancangan arsitektur
tahap konseptual. Adanya aksi-reaksi sensorik pada pengguna ketika merasakan
iii
sebuah pengalaman VR menciptakan adanya loop pada sisi persepsi pengguna dan
sisi simulasi pada lingkungan virtual.
Melihat fenomena tersebut, maka dirumuskan bahwa penelitian bertujuan untuk
mengetahui tendensi pengguna untuk merasa “hanyut” atau immerse atau
merasakan immersion di dalam lingkungan virtual dan faktor-faktor signifikan yang
memengaruhi tendensi tersebut; mengetahui sejauh apa presensi yang dirasakan
pengguna di dalam simulasi immersive virtual reality untuk perancangan arsitektur
tahap konseptual dan faktor-faktor utama yang memengaruhi pengalaman yang
dialami oleh pengguna; dan mengetahui efektivitas penggunaan simulasi immersive
virtual reality sebagai salah satu alat untuk perancangan arsitektur di tahap
konseptual dilihat dari korelasi antara tendensi immersion perancang dengan faktor
presence yang terpicu ketika melakukan simulasi.
Penelitian ini menggunakan strategi penelitian kuantitatif bersifat riset simulasi,
khususnya simulasi pada proses perancangan arsitektur tahap konseptual. Simulasi
yang dilakukan berupa simulasi perancangan bangunan sederhana berupa shelter
menggunakan sistem VR berbasis head-mounted device dan alat kendali berupa
gamepad controller. Aplikasi simulasi dikembangkan menggunakan game engine
Unity3D dan Visual Studio IDE dengan bahasa pemrograman C#. Pengembangan
aplikasi simulasi VR pun berfokus pada interaksi dan kendali dasar. Jenis sampling
yang digunakan adalah non-random sampling dengan teknik purposive sampling
dengan latar belakang responden adalah mahasiswa yang sedang menempuh
pendidikan arsitektur. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan simulasi
perancangan arsitektur tahap konseptual menggunakan aplikasi simulasi VR pada
responden, serta menggunakan kuesioner Immersive Tendency Questionnaire untuk
pra-simulasi dan kuesioner Presence Questionnaire untuk pasca-simulasi. Metode
analisis data yang digunakan adalah metode analisis korelasi multivariat untuk
tahap pra-simulasi, analisis data visual pada tahap simulasi dan analisis komponen
prinsip serta analisis faktor pada tahap pasca-simulasi.
Pada akhir penelitian, ditemukan bahwa penggunaan teknologi VR sebagai metode
pemodelan perancangan arsitektur pada tahap konseptual disimpulkan hampir
efektif namun cenderung belum seefektif alat pemodelan konvensional saat ini. Hal
ini tidak berarti teknologi VR tidak dapat digunakan sama sekali dalam
perancangan arsitektur. Pengembangan teknologi VR untuk perancangan arsitektur
perlu difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman pengguna
seperti kemampuan adaptasi dan pengendalian diri pengguna untuk dapat immerse di
lingkungan virtual, kemampuan interaksi pengguna untuk merancang di lingkungan
virtual, kemampuan indera pengguna dalam mengukur skala ruang dan obyek,
kemampuan fokus pengguna dalam berinteraksi di lingkungan virtual, keefektifan
interaksi pengguna dalam mencapai tujuan desain dan adanya gangguan mekanis serta
visual di lingkungan virtual. Terlebih lagi, adanya temuan akan kecenderungan
pengguna untuk hanyut/immerse dan dapat menghadirkan dirinya/presence di dalam
lingkungan virtual tetap memberi peluang akan penggunaan VR pada proses
perancangan arsitektur.
Perpustakaan Digital ITB