digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Amalia Nurlatifah
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 1 Amalia Nurlatifah
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 2 Amalia Nurlatifah
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 3 Amalia Nurlatifah
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 4 Amalia Nurlatifah
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 5 Amalia Nurlatifah
PUBLIC Alice Diniarti

PUSTAKA Amalia Nurlatifah
PUBLIC Alice Diniarti

Kebakaran hutan pernah terjadi beberapa kali di Indonesia dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, salah satu yang terparah adalah kebakaran hutan pada Bulan Oktober 2015. Aerosol adalah polutan hasil emisi kebakaran hutan yang dapat bertransportasi secara long-range dan dapat menimbulkan pencemaran udara. Dalam penelitian ini dilakukan penelusuran trajektori aerosol di Kota Bandung pada masa terjadinya kebakaran hutan pada Oktober 2015 secara horizontal dan vertical menggunakan HYSPLIT-4 Back Trajectory Model dengan data masukan GDAS 0,5ox0,5o. Analisis pengaruh kebakaran hutan terhadap peningkatan konsentrasi aerosol direpresentasikan dengan kenaikan nilai AOD. Nilai AOD didapat dari MODIS. Hasil keluaran model dianalisis bersama data curah hujan dari GSMaP, data meteorologi NCEP/NCAR, dan data topografi SRTM CGIAR-CSI untuk mendapatkan analisis yang lebih akurat dalam penelusuran trajektori aerosol di Kota Bandung menggunakan HYSPLIT-4 Back Trajectory Model. Pada periode Oktober 2015 di level permukaan (10 meter AGL) terlihat bahwa nilai AOD di Kota Bandung cenderung tinggi bahkan mencapai nilai maksimum 1,406. Hal ini mengindikasikan adanya kenaikan konsentrasi aerosol pada Bulan Oktober 2015. Plot trajektori menyatakan aerosol pada level permukaan dan 925 hPa di Kota Bandung cenderung berasal dari tenggara dan timur Kota Bandung diantaranya diduga berasal dari Samudera Hindia, Cilacap, Ciamis, Garut, Sumedang, Padalarang, ataupun Cimahi. Pada ketinggian 700 hPa (3000 meter AGL) aerosol cenderung berasal dari darah Kalimantan Tenggara. Tingginya nilai AOD mengindikasikan adanya sumber aerosol yang mengemisikan aerosol secara masif sebelum trajektorinya sampai di Kota Bandung. Kebakaran Hutan Kareumbi di Sumedang, kebakaran Hutan Papandayan di Garut, dan kebakaran hutan di kawasan Gunung Masigit di Padalarang pada Bulan Oktober 2015 dipercaya sebagai pemicu utama tingginya nilai konsentrasi aerosol di Kota Bandung pada level permukaan. Sementara kebakaran hutan di Kalimantan Tenggara menjadi penyebab tingginya konsentrasi aerosol di level 700 hPa