digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Rita Sulistyowati
PUBLIC Ratnasari

COVER Rita Sulistyowati
PUBLIC Ratnasari

BAB 1 Rita Sulistyowati
PUBLIC Ratnasari

BAB 2 Rita Sulistyowati
PUBLIC Ratnasari

BAB 4 Rita Sulistyowati
PUBLIC Ratnasari

BAB 5 Rita Sulistyowati
PUBLIC Ratnasari

PUSTAKA Rita Sulistyowati
PUBLIC Ratnasari

Telah dilakukan investigasi mengenai efek aerosol terhadap presipitasi pada tipe awan Stratocumulus (Sc) dan Shallow Cumulus (Cu) menggunakan pendekatan model Koren-Feingold (2011) (KF11). Model KF11 yang terdiri dari persamaan non linier dengan waktu tunda diselesaikan melalui perhitungan numerik dengan metode beda hingga. Dalam disertasi ini, persamaan model KF11 diterapkan dengan menggunakan beberapa pasangan nilai input potensial ketebalan awan (H0) dan konsentrasi aerosol (N0) untuk menghitung nilai-nilai presipitasi (R). Nilai-nilai presipitasi pada hasil perhitungan diklasifikasi menjadi beberapa kategori, yaitu No Drizzle, Light Drizzle, Moderate Drizzle dan Heavy Drizzle. Distribusi konsentrasi aerosol dan ketebalan awan pada beberapa variasi drizzle tersebut kemudian disimulasikan untuk menganalisis interaksi aerosol-awan-presipitasi pada awan Sc dan Cu. Awan diklasifikasikan berdasarkan ketebalan awan (200?H?500 m untuk Sc dan H>500 m untuk Cu). Data hasil perhitungan model KF11 kemudian dibandingkan dengan data observasi VAMOS Ocean-Cloud-Atmosphere-Land Study Regional Experiment (VOCALS-REx). Data VOCALS-REx juga dianalisis menggunakan k-means clustering. Hasil perhitungan model KF11 dan data observasi menunjukkan pola perilaku yang cenderung sama. Presipitasi tidak dapat terjadi (kondisi No Drizzle) bila H0 terlalu rendah. Untuk rentang konsentrasi aerosol rendah, hujan mulai terjadi bila awan memiliki ketebalan minimal 200 m. Skema prediksi presipitasi kualitatif pada awan Sc dan Cu berhasil diperoleh dengan menerapkan kombinasi R=f[H0,N0]. Awan Sc umumnya menghasilkan presipitasi ringan (kondisi Light Drizzle) yang didominasi oleh kombinasi [H0 sedang, N0 tinggi]. Sebaliknya, awan Cu umumnya menghasilkan kondisi Heavy Drizzle yang didominasi oleh kombinasi [H0 tinggi, N0 rendah]. Hasil studi juga menunjukkan bahwa presipitasi cenderung menurun seiring dengan peningkatan aerosol pada ketebalan awan tetap. Perilaku perubahan laju presipitasi tersebut diyakini terkait nilai konsentrasi aerosol ambang (Nth) sebagai nilai konsentrasi aerosol pada saat mulai terjadi penurunan laju presipitasi, berdasarkan hasil perhitungan model. Sementara, jumlah pengurangan presipitasi tersebut secara kuantitatif dihitung menggunakan formulasi Suseptibilitas Presipitasi (S0). Studi ini menemukan bahwa awan Sc lebih sensitif terhadap perturbasi aerosol (suseptibel) dibanding awan Cu. S0 meningkat seiring dengan peningkatan ketebalan awan (H) pada awan Sc, yakni sekitar 0.74-0.87. Sementara pada awan Cu, nilai S0 menurun seiring peningkatan ketebalan awan. Penurunan nilai S0 pada awan Cu tersebut diindikasikan terkait dengan pengaruh kecepatan updraft di dasar awan. Perilaku interaksi aerosol-awan-presipitasi pada awan Sc dan Cu didiskusikan secara detail pada disertasi ini.