digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ali Husain Taherdito
PUBLIC Resti Andriani

BAB 1 Ali Husain Taherdito
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Ali Husain Taherdito
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Ali Husain Taherdito
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Ali Husain Taherdito
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Ali Husain Taherdito
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 6 Ali Husain Taherdito
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Ali Husain Taherdito
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

Terowongan Air Nanjung adalah salah satu contoh terowongan kembar berbentuk non-circular pada kedalaman dangkal yang dibangun dengan harapan dapat menjadi solusi banjir menahun yang terjadi di daerah Sungai Citarum. Struktur Terowongan sebagian besar dibangun pada litologi sandstone yang memiliki kekuatan batuan kurang baik. Pada setiap kemajuan penggalian terowongan akan terjadi deformasi pada dinding terowongan sehingga dapat menyebabkan keruntuhan terowongan. Sehingga diperlukannya suatu pemodelan numerik dari Terowongan Air Nanjung menggunakan pemodelan dua dimensi metode elemen hingga untuk mengetahui kestabilan terowongan tersebut. Langkah pertama ialah mengolah data batuan untuk mendapatkan karakteristik massa batuan yang nantinya akan menjadi masukan pada perangkat lunak Phase2. Setelah itu dilakukan pengolahan model sehingga didapat diagram kapasitas sistem penyanggaan, yield element, dan data deformasi batuan. Data deformasi batuan akan diolah menjadi kurva ground reaction curve untuk nantinya dianalisis. Dari kurva ground reaction curve didapat bahwa ketika sistem penyanggaan dipasang didapat bahwa deformasi yang terjadi pada terowongan adalah 1,09 mm. Perhitungan tekanan penyangga yang menghasilkan nilai deformasi sebesar 1,09 mm adalah sebesar 0,06 MPa. Kondisi batuan elastis sampai di titik ketika kurva sudah tidak linear lagi yaitu di titik dimana tekanan penyangga sebesar 0,048 MPa dan deformasi terowongan sebesar 1,17 mm. Alat penyangga dipasang pada saat batuan masih dalam keadaan elastis sehingga dapat disimpulkan bahwa pemasangan alat penyangga sudah pada posisi yang tepat. Dengan mempertimbangkan yield element, strength factor,dan diagram kapasitas sistem penyanggaan yang terbentuk dapat disimpulkan bahwa terowongan masih dalam keadaan stabil karena FK dari sistem penyanggaan masih berada diatas lima.