digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Hoki Apriyenson
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 1 Hoki Apriyenson
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 2 Hoki Apriyenson
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 3 Hoki Apriyenson
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 4 Hoki Apriyenson
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 5 Hoki Apriyenson
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 6 Hoki Apriyenson
PUBLIC Yoninur Almira

DAFTAR Hoki Apriyenson
PUBLIC Yoninur Almira

Kota Bekasi merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang diarahkan pengembangannya sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Selain itu, Kota Bekasi merupakan salah satu kawasan penyangga DKI Jakarta yang menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan transportasi seiring dengan laju perkembangan aktivitas ekonomi, sosial dan budaya baik dalam lingkup internal maupun regional. Berkembangnya aktivitas ekonomi salah satunya disebabkan karena Kota Bekasi dijadikan sebagai salah satu pilihan tempat tinggal oleh penduduk yang bekerja di wilayah Jakarta, sehingga tentunya mempengaruhi pola dan jenis pergerakan yang terjadi di dalam kota. Tingginya tekanan perjalanan menuju pusat Kota Jakarta yang terjadi setiap hari, dimana beban tertinggi berada pada jam puncak pagi dan sore dan diperkirakan setiap hari mencapai (dua puluh satu) lokasi kemacetan Adapun penyebab kemacetan tersebut antara lain (i) tingginya volume kendaraan di wilayah Bekasi yang tidak sebanding dengan badan jalan, (ii) kondisi pelayanan angkutan umum di Kota Bekasi belum termasuk dalam kondisi ideal sesuai konsep hirarki trayek angkutan umum, (iii) kurangnya fasilitas shelter Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway/APTB serta (iv) belum ada kiss and ride untuk angkot. Oleh sebab itu, berbagai kebijakan pembangunan di Kota Bekasi berorientasi pada kepentingan nasional (terutama Jakarta) dimana Pemerintah saat ini sedang melakukan percepatan pembangunan stasiun transportasi angkutan umum massal salah satunya melalui pembangunan sistem jaringan Light Rail Transit (LRT) atau kereta api ringan. Pembangunan ini sudah tertuang dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bekasi tahun 2011-2031. Adapun titik stasiun tersebut antara lain (i) Stasiun Jaticempaka (ii) Stasiun Cikunir I (iii) Stasiun Cikunir II (iv) Stasiun Bekasi Barat (v) Stasiun Bekasi Timur. Akan tetapi, jika dilihat berdasarkan kondisi eksisting dan rencana pengembangan yang tertuang dalam beberapa rencana spasial (RTRW Kota Bekasi, RDTR Kota Bekasi), rencana transportasi (RIT Kota Bekasi), serta RPJMD Kota Bekasi, pengembangan TOD Kota Bekasi belum tentu dapat dikatakan layak menjadi kawasan berbasis transit sesuai dengan Permen ATR No. 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. Kelima stasiun tersebut dapat menjadi kawasan TOD apabila memenuhi kriteria yang terdapat pada Permen ATR No. 16 Tahun 2017. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengakaji kesesuaian pembangunan LRT dan TOD dengan 6 (enam) kriteria yang terdapat pada pasal 7 Permen ATR No, 16/ 2017 dan menyusunii implikasi potensi pengembangan LRT dan kawasan berbasis transit terhadap struktur ruang di Kota Bekasi. 5 (lima) stasiun LRT akan dianalisis menggunakan enam kriteria yaitu (i) simpul transit jaringan angkutan umum massal yang berkapasitas tinggi berbasis rel (ii) persyaratan intermodal dan antar moda transit (iii) moda transit jarak dekat dan satu moda transit jarak jauh (iv) sesuai dengan arah pengembangan pusat kegiatan (iv) kerentanan bencana terendah disertai dengan mitigasi untuk mengurangi resiko bencana (vi) kawasan yang tidak menggangu instalasi penting negara. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis evaluatif formal. Berdasarkan hasil analisis, dari 5 stasiun LRT hanya tiga stasiun yang berpotensi layak menjadi kawasan TOD yaitu Kawasan Stasiun Cikunir II, Stasiun Bekasi Barat, dan Stasiun Bekasi Timur. Sementara Stasiun Jaticempaka dan Stasiun Cikunir II belum layak dikembangkan menjadi kawasan TOD karena hanya memenuhi 3 kriteria penentuan lokasi berdasarkan pasal 7 Permen ATR No.16 Tahun 2017. Sementara, tiga stasiun lainnya berpotensi layak menjadi TOD harus memenuhi kriteria sesuai dengan Permen ATR No. 16 Tahun 2017 yaitu: (i) membangun ruang drop off dan park and ride, (ii) mengembangkan konektivitas antar moda dan intermoda ke lokasi stasiun LRT dan kawasan disekitarnya melalui penyediaan jalur pejalan kaki, jalur sepeda, penyediaan feeder berupa mikrobus yang menghubungkan koridor di dalam radius TOD ke stasiun LRT, (iii) meningkatkan kualitas jaringan jalan, (iv) membangun simpul transit berupa halte bus untuk perpindahan moda ke stasiun LRT, serta (v) meningkatkan kepadatan penduduk. Stasiun-stasiun yang dikatakan berpotensi layak menjadi kawasan berorientasi transit/TOD akan berimplikasi terhadap struktur ruang di Kota Bekasi sehingga pusat-pusat kegiatan skala kota perlu distrukturkan ulang dan diakomodasi pengembanganya agar lebih efektif dan berdampak optimal terhadap urban form. Temuan studi dari penelitian ini menyatakan semua stasiun tidak ada yang dapat memenuhi kriteria lokasi secara utuh sesuai Permen ATR No.16 Tahun 2017.Namun, hanya tiga stasiun yang berpotensi layak untuk dikembangkan menjadi kawasan TOD yaitu Stasiun Cikunir II, Stasiun Bekasi Barat, dan Stasiun Bekasi Timur. Adanya titik TOD, pusat-pusat kegiatan skala kota perlu untuk distrukturkan ulang sehingga akan ada beberapa perubahan fungsi kegiatan yaitu (i) TOD Cikunir II akan berubah menjadi pusat kegiatan baru dari pusat pelayanan lingkungan menjadi sub pusat pelayanan kota, (ii) TOD Bekasi Timur semula hanya beririsan dengan pusat kota setelah adanya TOD akan menjadi pusat pelayanan kota, sementara (iii) TOD Bekasi barat tidak mengalami perubahan signifikan karena telah berada dalam pusat pelayanan kota. Selain itu, pusat-pusat kegiatan baru juga belum diakomodir (dalam hal ini lokasi TOD) berdasarkan revisi RTRW Kota Bekasi Tahun 2011- 2031, RDTR 2011- 2031, Rencana Induk Transportasi Kota Bekasi