Downhole Water Sink adalah sebuah teknologi yang telah digunakan untuk mencegah terjadinya water coning
pada reservoir bertipe strong water drive. Teknologi ini juga dapat meningkatkan oil recovery dengan menunda
terjadinya water coning di sekitar lubang sumur. Perforasi dibuat pada zona minyak dan air. Tujuan dari
pembuatan perforasi di zona air yaitu untuk menyediakan gaya penyeimbang untuk melawan pergerakan air
menuju ke perforasi di zona minyak. Keberadaan air di sekitar lubang sumur dapat mengurangi permeabilitas
relatif dari minyak sehingga akan menurunkan laju produksi minyak. Nilai dari recovery minyak tergantung pada
kombinasi laju produksi dari perforasi atas dan bawah.
Terdapat beberapa metode untuk menganalisa kombinasi optimum laju produksi dari kedua perforasi tersebut
seperti Inflow Performance Window (IPW) yang diajukan oleh Inikori, dkk. (2002) dan DWS Guideline Plot
(DGP) yang diperkenalkan oleh Marhaendrajana, dkk. (2006). Akan tetapi, metode tersebut belum
mempertimbangkan perubahan mobility ratio sehingga kurang dapat merepresentasikan kondisi aktual dalam
keseluruhan waktu produksi sumur. Reservoir model di sekitar lubung sumur diperlukan sehingga didapatkan cakupan optimasi yang menyeluruh. Differential evolution merupakan salah satu metode terbaik yang dapat
digunakan karena dapat mengurangi waktu optimasi dibanding metode pendekatan langusng lain. Total kumulatif
produksi minyak dipilih sebagai global objective function dengan total water cut sumur yang berkisar antara 74%
sampai 92% sebagai parameter konstrain.
Hasil optimasi menunjukkan laju produksi optimum dari perforasi atas berkisar antara 106 stb/d sampai 500
stb/d, sedangkan laju produksi optimum dari perforasi bawah berkisar antara 0 stb/d sampai 1107 stb/d. Optimum
flow regime untuk nilai konstrain 74% sampai 84% yaitu water coning, sehingga DWS tidak cocok untuk
diaplikasikan pada nilai konstrain tersebut. Sedangkan optimum flow regime untuk nilai konstrain 86% sampai
90% yaitu oil coning. Peran DWS menjadi signifikan pada kisaran nilai konstrain tersebut. Ketika konstrain
bernilai 92%, optimum flow regime akan berubah menjadi water coning kembali dengan profil water cut pada
perforasi atas yang lebih rendah dibanding dengan sebelumnya. Akan tetapi pada nilai konstrain ini, hasil
optimasi menunjukkan nilai laju produksi dari perforasi bawah yang cukup tinggi, sehingga membuat peran DWS
masih dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimum. Hasil optimasi tersebut divalidasi menggunakan generalized
Inflow Performance Window (IPW). Secara umum, laju optimum yang diperoleh berada pada lokasi flow regime
yang sesuai dengan analisisa flow regime berdasarkan profil water cut pada perforasi atas.
Kelebihan dari studi ini adalah mengusulkan pendekatan baru dalam proses pencarian dan evaluasi kombinasi
optimum antara laju produksi pada perforasi atas dan bawah menggunakan metode differential evolution yang
dapat mengurangi waktu optimasi dan memberikan optimasi yang lebih menyeluruh