digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kerentanan penghidupan yang dihadapi masyarakat pasca pemukiman kembali akibat pembangunan Waduk Jatigede meningkat dengan hilangnya lahan pertanian sebagai aset penghidupan. Keterbatasan lahan pertanian memaksa setiap rumah tangga sebagai unit sosial terkecil di masyarakat beralih mata pencaharian mengandalkan aset dan akses penghidupan yang dimiliki.Penelitian ini bertujuan mengkaji kondisi aset penghidupan masyarakat yang terdampak, intervensi pemerintah menurut pandangan masyarakat dalam memberikan akses terhadap aset penghidupan, dan pola adaptasi yang diterapkan masyarakat di lokasi pemukiman baru sebagai bentuk mekanisme bertahan hidup sekaligus usaha mencapai penghidupan yang berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif berdasarkan data kuesioner, wawancara terstruktur, wawancara mendalam dan observasi. Variabel untuk menilai aset penghidupan meliputi modal manusia, modal alam, modal sosial, modal fisik dan modal keuangan.Penelitian ini dilaksanakan di dua desa yang berada di pinggiran Waduk Jatigede yaitu di Desa Jemah dan Desa Mekarasih. Metode random sampling dan purposive sampling digunakan dalam penelitian ini. Analisis data disajikan dalam bentuk deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal alam yang dapat diakses rumah tangga di Desa Jemah menurun sedangkan modal fisik meningkat setelah pemukiman kembali. Sementara itu, modal alam yang dapat diakses rumah tangga di Desa Mekarasih menurun begitu juga dengan modal fisik setelah pemukiman kembali. Adapun intervensi pemerintah terhadap masyarakat terdampak dalam upaya mengalihkan mata pencaharian belum mampu memulihkan perekonomian secara berkelanjutan. Rendahnya modal sosial menjadi hambatan masyarakat dalam menerima program pemerintah tersebut. Namun di sisi lain, peran institusi perguruan tinggi ternyata mampu meningkatkan modal sosial dalam mengakses sumber daya dan menjalankan program untuk pemulihan perekonomian.