digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat seiring waktu, namun cadangan sumber energi yang ada di Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan energi tersebut. Gas serpih dapat menjadi sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia. Untuk mengetahui potensi gas serpih di suatu lapangan, karakterisasi gas serpih perlu dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi gas serpih di singkapan Formasi Kopai dan Formasi Piniya, Cekungan Akimeugah, di daerah Wamena dan sekitarnya, Provinsi Papua. Kedua singkapan formasi ini memiliki serpih yang cukup tebal. Untuk mengetahui karakter gas serpih pada kedua formasi ini, perlu diketahui beberapa informasi mengenai lingkungan pengendapan, umur formasi, tipe porositas, mineralogi, indeks kegetasan, dan kekayaan, tipe material organik dan tingkat kematangan. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan untuk mengetahui hal tersebut antara lain pengukuran/pengamatan stratigrafi, analisis fosil, analisis petrografi, X-Ray Powder Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), dan analisisis geokimia. Hasil pengukuran penampang stratigrafi dan analisis fosil memperlihatkan Formasi Kopai diendapkan di lingkungan transisi-shorefaces (marine realm), sedangkan Formasi Piniya diendapkan pada lingkungan shelf (marine realm). Tebal serpih di singkapan Formasi Kopai memiliki tebal yang bervariasi antara 2-40 m, sedangkan tebal serpih di singkapan Formasi Piniya 3-41 meter. Secara umum, kandungan mineralogi dengan menggunakan XRD memperlihatkan komposisi berupa kuarsa, mika dan mineral lempung berupa ilit dan klorit dengan persentasi yang lebih besar dibandingkan mineral kaolinit. Hal ini juga menunjang bukti bahwa kedua singkapan formasi tersebut diendapkan pada lingkungan laut (marine realm). Indeks kegetasan menggunakan persamaan Jarvie dan Wang serta klasifikasi Altamar dan Marfurt menunjukan sifat kegetasan batuan Formasi Kopai dan Formasi Piniya bersifat getas. Dari hasil analisis petrografi dan SEM memperlihatkan porositas berupa rekahan berkembang di bagian atas Formasi Kopai dan Formasi Piniya yang mana rekahan pada Formasi Piniya terlihat telah terisi semen kuarsa yang telah mengalami rekristalisasi, sedangkan bagian bawah Formasi Kopai lebih cenderung berkembang porositas akibat pelarutan yang mana pada Formasi Piniya tidak berkembang. Berdasarkan hasil data geokimia menunjukan bagian atas Formasi Kopai di daerah penelitian memiliki kandungan material organik bersifat miskin dengan nilai TOC <0,5% sedangkan bagian bawah tidak dilakukan analisis. Kandungan material organik bagian bawah Formasi Piniya memiliki Kekayaan material organik yang relatif lebih kaya dibandingkan bagian atas, yaitu berkisar 0,52% hingga 1,45% (serpih sedang hingga baik), sedangkan bagian bawah hanya 0,42% dan 0,83% (serpih buruk dan sedang). Tipe material organik pada kedua singkapan formasi menunjukan tipe III dan tipe IV. Tingkat kematangan dari data Tmaks dan pantulan vitrinit yang memperlihatkan tingkat kematangan matang hingga lewat matang telah membuat maseral vitrinit menjadi sedikit dan hanya menyisakan maseral tipe IV (inert).