digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2004 GATININGSIH
PUBLIC rikrik

Relokasi empat perguruan tinggi (UNPAD, IKOPIN, STPDN dan UNWIM) ke Jatinangor membawa pengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Salah satu sisi positifnya adalah tersedianya inovasi-inovasi baru di lembaga penelitian serta penyebaran inovasi melalui lembaga pengabdian masyarakat. Namun upaya tersebut belum mampu merubah masyarakat Jatinangor, karena 20% dari penduduk masih menganggur, industri-industri rumah tangga tidak mengalami perubahan manajemen, serta kecilnya peningkatan jumlah wirausaha (2%) selama keberadaan perguruan tinggi. Studi ini bertujuan merumuskan rekomendasi peningkatan peran perguruan tinggi sebagai sumber inovasi kewirausahaan dalam pengembangan ekonomi lokal (PEL) di Jatinangor. Tahap-tahap penelitian meliputi: identifikasi inovasi kewirausahaan yang terdapat di perguruan tinggi, evaluasi hasil penyebarannya kepada masyarakat dan penetapan faktor-faktor penyebab rendahnya peran perguruan tinggi dalam penyebaran inovasi kewirausahaan dan rendahnya penyerapan inovasi tersebut oleh masyarakat dalam pengembangan usaha. Studi ini dilakukan di Kecamatan Jatinangor di mana populasi penelitiannya adalah seluruh unit usaha ekonomi yang menjadi sasaran kegiatan pembinaan usaha perguruan tinggi dari tahun 1992-2002. Jumlah sampel adalah 128 di mana penentuannya berdasarkan pada Tabel Krejcie. Pengambilan sampel menggunakan metode acak sederhana. Data yang diperlukan meliputi data primer dan skunder yang diperoleh melalui wawancara, observasi serta penelusuran dokumen dan pustaka. Data dianalisa menggunakan metode deskriptif dengan alat statistik distribusi frekuensi dan persentase. Hasil studi menunjukkan bahwa penyediaan dan penyebaran inovasi kewirausahaan melalui lembaga penelitian dan lembaga pengabdian masyarakat dalam perspektif PEL secara kuantitatif telah memenuhi, namun secara kualitatif belum mencukupi. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 55 kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh perguruan tinggi selama 1 tahun, 18 kegiatan diantaranya berkaitan dengan inovasi kewirausahaan. Dari aspek kualitasnya, inovasi kewirausahaan yang berupa proses dan produk telah disebarkan melalui pengabdian masyarakat walaupun tidak semua perguruan tinggi melaksanakannya secara komprehensif. Penyebaran inovasi kewirausahaan di kawasan ini meliputi penumbuhan usaha maupun pengembangan usaha. Keberhasilan kegiatan penumbuhan usaha diindikasikan dengan terciptanya wirausaha baru. Dari 6 kegiatan yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi ada 2 kegiatan yang berhasil menciptakan wirausaha baru 22 unit usaha (33,8%). Untuk kegiatan pengembangan usaha, tingkat keberhasilan mencapai 73% (46 unit usaha). Keberhasilan ini dapat dilihat dari indikasi meningkatnya volume penjualan atau reinvestasi baik pada usaha sejenis maupun yang berbeda. Karakteristik peserta yang berhasil dalam menerapkan inovasi kedua kegiatan tersebut mempunyai kecenderungan yang hampir sama, yaitu tingkat pendidikan lulus SLA dan perguruan tinggi; umur dalam usia produktif, mempunyai latar belakang keluarga bisnis serta memiliki skala usaha tinggi (volume penjualan mencapai 30-40 juta sebulan). Hambatan yang dialami perguruan tinggi dalam penyediaan dan penyebaran inovasi adalah temalmateri pengabdian dan penelitian tidak terfokus pada suatu permasalahan, jumlah dana yang tersedia tidak memadai, kompetisi dalam pencarian dana dari luar perguruan tinggi sangat ketat. Sedangkan dari sisi masyarakat kendala yang dihadapi antara lain: kurangnya pemahaman terhadap materi kegiatan, ketersediaan modal yang terbatas, kekhawatiran menanggung resiko, kendala psikologis dan kondisi alam yang tidak mendukung. Makna yang penting dari penelitian ini adalah teridentifikasinya keberadaan komponen PEL di Jatinangor antara lain keberadaan perguruan tinggi dalam konteks PEL sangat relevan peranannya sebagai sumberdaya ilmu pengetahuan; pengembangan usaha yang ada sangat sesuai dengan komponen kesempatan kerja karena akan mengurangi masalah tenaga kerja di kawasan ini. Namun, untuk penumbuhan usaha baru maupun pengembangan usaha yang ada perlu diseleksi secara ketat karena hasil studi mengindikasikan hanya peserta dengan karakteristik tertentu yang berhasil mengadopsi pembinaan dengan baik. Mengandalkan perguruan tinggi sebagai sumber inovasi kewirausahaan saja dalam konteks PEL di Jatinangor belum cukup, karena hasil kajian menunjukkan banyak hambatan sosial, ekonomi serta psikologi dihadapi masyarakat dalam memanfaatkan inovasi yang ada. Oleh karena itu keberadaannya akan lebih bermakna jika perguruan tinggi dapat berperan sebagai inisiator dan fasilitator bagi pelaku PEL lainnya seperti pihak swasta/LSM, lembaga-lembaga lokal, masyarakat serta pemerintah. Jika peran tersebut yang diambil, di lingkungan perguruan tinggi sendiri perlu dilakukan tindakan yang mengarah pada pensinergian langkah dan program kerja. Dalam kaitan ini, maka perlu ada perguruan tinggi yang mampu menyatukan arah tindakan dari perguruan tinggi yang lain, menyusun kerangka dasar penelitian dan pengabdian masyarakat dengan topik tertentu yang mengarah pada peningkatan ekonomi. Kemudian mensosialisasikan kebijakan ini kepada seluruh komponen PEL dan secara bersama-sama merumuskan rencana tindak kegiatan tiap-tiap komponen beserta pendanaannya.