digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Perencanaan bangunan gedung dengan tingkat sangat tinggi menjadi hal yang populer pada zaman modern ini. Keterbatasan lahan horizontal membuat para pengembang berlomba-lomba untuk menggunakan lahan vertikal untuk memenuhi kebutuhan akan ruang. Sistem struktur outrigger dan belt truss menjadi salah satu alternatif yang lazim digunakan dalam perencanaan gedung sangat tinggi. Namun, peraturan perencanaan yang digunakan di Indonesia belum secara spesifik mengatur perihal perencanaan bangunan tingkat sangat tinggi yang membuat tidak efisiennya elemen-elemen struktural pada bangunan sangat tinggi. Banyak koefisien yang digunakan dalam peraturan yang dianggap masih terlalu konservatif apabila diterapkan pada bangunan gedung sangat tinggi yang menggunakan sistem struktur outrigger dan belt truss. Salah satu koefisien yang sangat menentukan dalam perencanaan adalah koefisien dasar seismik. Apabila mengacu pada peraturan bangunan tahan gempa di Indonesia (SNI 1726:2012), setiap perencanaan bangunan gedung dengan periode yang cukup tinggi akan terbatas oleh nilai koefisien dasar seismik minimum yang membuat gaya geser pada bangunan menjadi besar. Nilai ini kemudian dicoba untuk digantikan dengan menggunakan koefisien rata-rata, yang merupakan fungsi dari koefisien minimum dan koefisien asli bangunan. Sebagai bentuk validasi bahwa koefisien rata-rata ini dapat digunakan dalam perencanaan bangunan gedung sangat tinggi dengan sistem struktur outrigger dan belt truss, analisis probabilistik keruntuhan bangunan dilakukan dengan menggunakan risk integral. Didapat bahwa penggunaan koefisien rata-rata memenuhi persyaratan keruntuhan bangunan gedung yang diuji, yaitu dengan sistem struktur outrigger dan belt truss dengan jumlah tingkat 80 lantai dan 100 lantai. Kedua bangunan tersebut memiliki probabilitas keruntuhan kurang dari 1% dalam 50 tahun.