digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Observasi pengukuran aerosol telah dilakukan secara rutin semenjak bulan Mei tahun 2009 di Kota Bandung menggunakan CIMEL sun photometer yang terintegrasi dengan jaringan pemantauan global aerosol AERONET dibawah naungan NASA. Analisis data 5 tahunan, yang dilakukan dari tahun 2009-2013 terhadap nilai Aerosol Optical Depth (AOD) yang diperoleh berdasarkan pengukuran pada 7 panjang gelombang yaitu 340 nm, 380nm, 440 nm, 500 nm, 675 nm, 870 nm, dan 1020 nm, menghasilkan nilai rata-rata untuk masing-masing panjang gelombang secara berurutan dari tahun 2009–2013 adalah 0,575; 0,530; 0,461; 0,404; 0,272; 0,195; dan 0,153. Nilai AOD yang diperoleh di analisis lebih lanjut untuk melihat trend secara temporal, baik bulanan dan musiman. Kemudian, berdasarkan perhitungan angstrom exponent dari keseluruhan data yang ada, sekitar 85% data menunjukkan fine mode (?>1), hal ini sesuai dengan distribusi ukuran aerosol berdasarkan distribusi bimodal menunjukkan dominasi fine mode dibandingkan dengan coarse mode. Sebaran data dalam scatter plot antara nilai AOD dan angstrom exponent menunjukkan tipe marine, continental and mixed aerosol untuk tipe aerosol di Kota Bandung. Hubungan antara nilai AOD dengan koefisien kekeruhan menghasilkan perbandingan yang linier, semakin besar nilai AOD semakin besar pula nilai koefisien kekeruhan atmosfer. Besarnya nilai koefisien kekeruhan akan berdampak pada berkurangnya visibilitas dan kualitas udara, kondisi ini terjadi pada musim kemarau (JJA) dan musim peralihan kemarau-hujan (SON). Estimasi nilai pengukuran PM2.5 dengan nilai AOD menghasilkan persamaan pada setiap panjang gelombang.