digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2007 TS PP WIWIEK SETYAWATI 1-COVER.pdf

File tidak tersedia

2007 TS PP WIWIEK SETYAWATI 1-BAB 1.pdf
File tidak tersedia

2007 TS PP WIWIEK SETYAWATI 1-BAB 2.pdf
File tidak tersedia

2007 TS PP WIWIEK SETYAWATI 1-BAB 3.pdf
File tidak tersedia

2007 TS PP WIWIEK SETYAWATI 1-BAB 4.pdf
File tidak tersedia

2007 TS PP WIWIEK SETYAWATI 1-BAB 5.pdf
File tidak tersedia

2007 TS PP WIWIEK SETYAWATI 1-PUSTAKA.pdf
File tidak tersedia

Abstrak: Pada tahun-tahun ini terjadi peningkatan konsentrasi aerosol di atmosfer yang sebagian besar disebabkan oleh aktifitas antropogenik. Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami peningkatan emisi polutan ke udara diakibatkan peningkatan aktifitas transportasi dan industri. Secara topografi Bandung berbentuk cekungan sehingga dispersi dan difusi horisontal dari polutanpolutan terhambat oleh adanya gunung-gunung, sedangkan dispersi dan difusi vertikalnya dibatasi oleh adanya lapisan stabil terutama pada malam hari yang disebut nocturnal boundary layer (NBL). Hal ini mengakibatkan polutan-polutan menjadi terakumulasi di atmosfer dan dalam jangka panjang dapat membahayakan bagi kehidupan manusia. Studi mengenai distribusi vertikal aerosol bertujuan untuk mengetahui trend ketinggian NBL dan ketebalan optik serta mempelajari pengaruh faktor meteorologi dan kekuatan sumber lokal terhadap konsentrasi partikel-partikel aerosol di NBL kota Bandung.Data sekunder yang digunakan dalam perhitungan merupakan hasil pengukuran lidar Mie dengan polarisasi ganda pada panjang gelombang 532 nm. Observasi dilakukan pada malam hari saat cuaca cerah dan tidak berawan dari tahun 1997-2000. Studi difokuskan pada profil vertikal aerosol pada rentang ketinggian 0,6-5 km dari atas permukaan tanah. Metode Fernald et. al. dan Russell et. al.digunakan untuk menghitung rasio hamburan balik yang selanjutnya dengan perhitungan lebih lanjut dapat diperoleh nilai ketebalan optik. Rasio depolarisasi digunakan untuk membedakan wujud padat dan cair dari partikel aerosol. Selanjutnya berdasarkan kelembaban nisbi dan temperatur maka dapat diketahui komposisi kimia dari mayoritas partikel-partikel aerosol inorganik di atmosfer pada saat itu. Nilai rata-rata bulanan ketinggian NBL dan ketebalan optik aerosol bervariasi masing-masing antara 900-1673 meter dan 0,001-0,104. Distribusi bentuk dan wujud partikel-partikel aerosol menunjukkan dominasi dari partikel-partikel bulat (cair) hampir di setiap bulan. Selain itu ditemukan juga adanya trend kenaikan rata-rata bulanan ketinggian NBL sebesar 9,5 meter tiap bulannya, sedangkan trend penurunan rata-rata bulanan ketebalan optik adalah sebesar 0,0002 tiap bulannya selama periode bulan Januari 1997-Desember 2000. Korelasi negatif yang lemah ditemukan antara ketebalan optik dan kelembaban nisbi permukaan, sedangkan korelasi positif yang lemah ditemukan antara ketebalan optik dan konsentrasi SPM permukaan.