Dalam budaya masyarakat Jawa, perayaan seperti grebeg, sekaten, larung risalah doa, dan lain sebagainya merupakan perayaan yang dilaksanakan berdasarkan Kalender Jawa yang berbasis lunar. Namun apabila menilik prasastiprasasti yang berasal dari Jawa, sejak awal abad ke-8 Kalender Jawa diduga telah menggunakan basis luni-solar dengan sejumlah unsur penanggalan yang lebih kompleks dibanding unsur penanggalan yang dimiliki Kalender Jawa sekarang. Pada Tugas Akhir ini, unsur-unsur Kalender Jawa kuno ditelusuri dari 210 prasasti yang telah ada dalam literatur untuk melihat bagaimana perkembangan Kalender Jawa kuno, dari abad ke-8 hingga abad ke-15.
Kalender Jawa berubah menjadi sistem kalender lunar, melalui keputusan Sultan Agung pada tahun 1644, namun dengan sedikit adaptasi pada tahun Saka dan mempertahankan pancawara. Masyarakat Jawa kemudian mengenal Kalender Pranatamangsa yang diresmikan pada tahun 1855 oleh Paku Buwono VII yang pada dasarnya digunakan untuk praktik pertanian, sehingga secara astronomis merupakan sistem kalender yang berbasiskan surya (tropis). Selanjutnya, melalui interaksi dengan Belanda, khususnya dengan VOC, system kalender Gregorian juga mulai dikenal di Jawa sejak abad ke-18.
Dengan demikian, berbagai sistem kalender, luni-solar, solar, dan lunar, dan berbagai kombinasinya pernah dipakai di Jawa, yang memperkaya perspektif masyarakat Jawa tentang sistem penanggalan.