COVER Firman Hadi
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 1 Firman Hadi
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Firman Hadi
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Firman Hadi
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Firman Hadi
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Firman Hadi
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Yuliani Astuti
» Gedung UPT Perpustakaan
Di seluruh dunia terdapat 14 jenis owa dan semuanya hanya hidup di
Asia. Dari 6 jenis owa yang hidup di Indonesia (di Pulau Sumatera dan
Mentawai, Jawa dan Kalimantan) hanya Owa Jawa (Hylobates moloch)
yang termasuk dalam daftar IUCN Red List of Threatened Species.
Identifikasi wilayah hutan yang berpotensi untuk mendukung populasi
Owa Jawa menjadi salah satu kegiatan penting dalam usaha pelestarian
Owa Jawa.
Teknik yang umumnya dilakukan adalah dengan melakukan pengukuran
langsung di lapangan. Teknik ini dianggap tidak efisien jika dilakukan
untuk wilayah yang luas. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah
ini adalah menggunakan pendekatan analisis data spasial berbasis
teknologi penginderaan jauh (inderaja). Analisis data inderaja dapat
menghasilkan informasi untuk wilayah dengan cakupan yang lebih luas.
Selain itu, teknik ini juga dapat memberikan informasi mengenai
tingkat fragmentasi habitat.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah algoritma proses pengolahan
data inderaja untuk mengidentifikasi habitat Owa Jawa dan
peta klasifikasi habitat Owa Jawa berdasarkan tingkat fragmentasinya.
Dengan adanya informasi ini maka akan dapat dibangun sebuah strategi
konservasi Owa Jawa berdasarkan skala prioritas dengan mempertimbangkan
kelimpahan Owa Jawa dan tingkat ancaman setiap habitat
(fragmentasi). Hasil penelitian juga dapat berguna dalam menentukan
habitat yang tepat untuk pelepasliaran kembali Owa Jawa hasil sitaan
yang telah direhabilitasi di penangkaran satwa.
Dari 93 titik kelompok Owa Jawa yang dikumpulkan, 72% kelompok
Owa Jawa hidup di ketinggian antara 1000 - 1500 meter di atas permukaan
laut (dpl.). Model prediksi sebaran Owa Jawa dengan menggunakan
Maximum Entropy (Maxent) memperlihatkan bahwa sebaran Owa
Jawa dipengaruhi oleh elevasi dan jarak dari jalan. Kehadiran Owa Jawa
memiliki peluang terbesar pada ketinggian antara 1000 - 1250 meter
dpl., dan dengan jarak sekitar 800 - 900 meter dari jalan.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya perbedaan beberapa variabel
struktur vegetasi dari daerah sekitar kelompok Owa Jawa (daerah Owa)
dan daerah di luar kelompok Owa Jawa (daerah tanpaowa). Rerata tinggi
pohon untuk daerah Owa adalah 11,72 meter sedangkan untuk daerah
tanpaowa adalah 7,73 meter. Rerata tutupan tajuk untuk daerah
Owa adalah 75 persen, dan untuk daerah tanpa Owa adalah 65 persen.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal keragaman ukuran pohon
antara daerah Owa dan tanpa Owa. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa populasi Owa Jawa terancam
oleh berkurangnya luas hutan serta fragmentasi hutan dan habitat.
Analisis spasial dengan menggunakan citra Landsat MSS/TM/ETM+
dari tahun 1976, 1989/1991 dan 1999/2001 memperlihatkan terjadinya
penurunan luas hutan dari 325.930 hektar pada tahun 1976, menjadi
289.608 hektar pada tahun 1991 dan pada tahun 2001 hanya tersisa
seluas 174.808. Fragmentasi hutan dibuktikan dengan berkurangnya
panjang tepi hutan, rerata luas dan berkurangnya konektivitas antarpetak
hutan. Panjang tepi hutan berkurang dari 10.620,1 kilometer pada
tahun 1976 menjadi 5.786,3 kilometer pada tahun 2001. Rerata luas
peta hutan berkurang dari 760 m2 pada tahun 1976 menjadi 418 m2
pada tahun 2001. Analisis konektivitas dengan menggunakan model
Probability of Connectivity memperlihatkan perubahan nilai indeks pada
beberapa petak hutan di Jawa Barat. Indeks PC yang dihasilkan juga
memperlihatkan bahwa petak hutan Cagar Alam Gunung Simpang - Tilu
dan sekitarnya merupakan petak hutan terpenting bagi populasi Owa
Jawa di Jawa Barat.
Citra tekstur GLCM Entropi dari Band 3 Citra SPOT 5 terbukti dapat
memodelkan variabel tutupan tajuk dan tinggi pohon. Dengan menggunakan
model yang telah dibuat, dapat dibuktikan bahwa habitat Owa
Jawa di Cagar Alam Tangkuban Parahu mengalami fragmentasi. Variabel
tutupan tajuk yang didapatkan melalui penerapan Model FCD pada
citra Landsat ETM+ dapat digunakan untuk menghitung metrik rerata
bentuk petak (SHAPE_AM). Variabel SHAPE_AM memiliki keterkaitan
dengan kelimpahan Owa Jawa dan dapat dijadikan sebagai parameter
untuk memperkirakan kualitas habitat Owa Jawa.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa populasi Owa Jawa di Jawa Barat
mengalami ancaman fragmentasi hutan dan habitat. Fragmentasi hutan
menyebabkan berkurangnya variabilitas gen populasi Owa Jawa sebagai
akibat tidak adanya perkawinan individu Owa Jawa antarpopulasi.
Rendahnya konektivitas antarpetak hutan berakibat pada meningkatnya
peluang kepunahan populasi Owa Jawa dalam waktu yang lama. Fragmentasi
habitat menyebabkan berkurangnya sumber daya yang dapat
digunakan secara langsung oleh populasi Owa Jawa. Fragmentasi habitat
akan menyebabkan kepunahan Owa Jawa dalam waktu yang lebih
cepat