digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

'Strategi Wawasan Jatidiri' merupakan kebijakan pembangunan pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada pelaksanaan Pelita IV dan Pelita V. Inti kebijakan tersebut adalah memanfaatkan potensi budaya lokal yang berkembang dan mengakar dalam kehidupan masyarakat untuk diberdayakan dalam pembangunan daerah. Salah satu jalur pendekatan adalah arsitektur yang bertujuan mewujudkan karya arsitektur yang mampu menampilkan identitas daerah, yaitu 'Arsitektur Berwawasan Identitas'. Perwujudan 'Arsitektur Berwawasan Identitas’ adalah gedung pemerintah, dengan ciri utama bentuk atap dan ornamen yang analog dengan arsitektur Jawa. Karya 'Arsitektur Berwawasan Identitas' yang cukup representatif berada di Semarang. Penelitian yang dilakukan berupaya mengkaji pengembangan arsitektur Jawa dalam gedung pemerintah di Semarang, serta proses perwujudan 'Arsitektur Berwawasan Identitas' yang mempengaruhi rancangan gedung pemerintah. Kajian penelitian dilakukan dengan telaah komparatif berbagai unsur bangunan dan komposisi gubahan arsitektural gedung pemerintah yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk menggali keterkaitan tradisi dalam arsitektur Jawa dengan kebaruan bentuk. Kajian terhadap kesaksian narasumber dan data tekstual disusun berdasarkan kronologi waktu dan posisi pihak-pihak yang terlibat di dalam proses perwujudan ‘Arsitektur Berwawasan Identitas, serta ditelaah korelasi dan relevansinya dengan produk arsitektur yang ada. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengembangan arsitektur Jawa dalam 'Arsitektur Berwawasan Identitas' hanya berhenti pada tampilan yang analog, karena prinsip perancangan yang diterapkan keduanya bertolak belakang. 'Arsitektur Berwawasan Identitas' mengawali rancangan dari tata ruang (bumi) yang kemudian mengendalikan konstruksi elemen-elemen struktural dalam menghadirkan sebuah bentuk. Sebaliknya dalam arsitektur Jawa, rancangan akan berawal dari konstruksi pamindhangan atau blandar-pangeret pada atap (langit) yang berperan memberi pedoman, mengawali, serta mengendalikan kehadiran bentuk bangunan seutuhnya. Perwujudan 'Arsitektur Berwawasan Identitas' muncul sebagai tindak lanjut dari instruksi Gubernur untuk menampilkan identitas bangunan lokal, namun dalam proses realisasinya tidak didukung oleh adanya pengetahuan arsitektur Jawa yang memadai,karena pada saat itu tidak ada pedoman baku bagi perancangan bangunan yang mengacu dan mengembangkan tradisi yang sudah ada.