digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak : Masjid Agung Kasepuhan dibangun pada abad ke-15 (1480 M) dan merupakan masjid tertua kedua setelah Masjid Paljagrahan di Cirebon - Jawa Barat. Apabila ditinjau dari aspek konsep dan bentuk arsitektur, Masjid Agung Kasepuhan memiliki perbedaan dengan masjid lain yang dibangun sezaman di Jawa. Antara lain : pada perwujudan Masjid Agung Kasepuhan mempergunakan unsur bentuk simetris yang di tata berdasarkan sumbu putar atau melalui cara pengulangan bentuk : dinding, tiang, pintu, jendela, lubang sirkulasi udara dan motif hiasan. Demikian juga pada massa bangunan masjid memiliki denah yang di tata berdasarkan garis orientasi dari Timur ke Barat atau mengarah ke qiblat, yakni bergeser 15 derajat dari garis orientasi Utara - Selatan atau sumbu pusat antara alun-alun dan keraton. Sebagaimana diketahui bahwa, bentuk simetri umumnya sering diterapkan dalam bangunan yang berkembang pada masa awal renesans sekitar abad ke - 15 Masehi di berbagai negara di Eropa. Maka apabila dikaitkan dengan aspek simetri yang terdapat dalam perwujudan arsitektur Masjid Agung Kasepuhan, meskipun tidak ada hubungan kebudayaan secara langsung atau tidak langsung dapat disimpulkan bahwa, konsep dan bentuk bangunan simetri dapat terjadi dari suatu kebudayaan yang berbeda-beda dan bersifat universal.