digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Alzheimer merupakan salah satu penyakit neurodegeneratif yang diprediksi akan semakin meningkat signifikan setiap tahun. Saat ini, eksplorasi biodiversitas senyawa bahan alam dari laut menjadi pusat perhatian dengan berbagai manfaat biologis yang dapat digunakan sebagai obat dengan mekanisme multitarget. Xestospongia sp. merupakan salah satu jenis spons laut yang ditemukan di Sangalaki, Indonesia. Pada penelitian ini akan digunakan farmakologi jaringan untuk mengeksplorasi potensi metabolit sekunder Xestospongia sp. yaitu Xestosaprol G, Xestosaprol J, dan Xestosaprol K sebagai kandidat multi targeted direct ligand pada berbagai jalur molekular yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Metabolit sekunder tersebut diperoleh dari sumber literatur dan pubchem untuk mengetahui struktur kimia. Selanjutnya, protein yang ditargetkan oleh metabolit sekunder diperoleh dari basis data SwissTargetPrediction. Sedangkan, protein yang berkaitan dengan Alzheimer diidentifikasi dari basis data GeneCards dan OMIM. protein yang berpotongan dari protein target metabolit sekunder dan Alzheimer dihasilkan melalui aplikasi FunRich 3.1.3. Jaringan interaksi protein –protein dibuat berdasarkan protein yang berpotongan dengan menggunakan basis data STRING 12.0 dan dilakukan analisis topologi jaringan pada aplikasi Cytoscape 3.10.2 untuk menentukan 10 protein utama yang ditargetkan oleh metabolit sekunder. Analisis pengayaan gene ontology dan KEGG menggunakan basis data ShinyGo 0.81. Kemudian, metode molecular docking dan molecular dynamics digunakan untuk verifikasi hasil farmakologi jaringan. Hasil analisis pengayaan dan topologi jaringan menetapkan PSEN1, MAPK8, MAPK9, dan MAPK14 dipilih berdasarkan skor MCC tertinggi serta keterlibatan dalam jalur pensinyalan notch, Alzheimer dan neurotrofin. Hasil verifikasi dengan molecular docking menunjukan Xestosaprol G memiliki afinitas lebih baik dari metabolit sekunder yang lain. Terakhir, analisis molecular dynamic Xestosaprol G terhadap PSEN1 dan MAPK 8 menunjukan potensi sebagai inhibitor dengan energi bebas pengikatan lebih kecil dari ligan kontrol. Selain itu, pada MAPK 9 dan MAPK 14 masih menunjukan adanya potensi sebagai inhibitor walaupun dengan nilai binding affinity lebih besar dari ligan pembanding.