digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


BAB 1 Marcellinus Bryan Varian
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Marcellinus Bryan Varian
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Marcellinus Bryan Varian
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Marcellinus Bryan Varian
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Marcellinus Bryan Varian
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Marcellinus Bryan Varian
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

Pertumbuhan pesat energi baru terbarukan (EBT) telah mendorong peningkatan kebutuhan material untuk menyimpan energi yang efisien terutama untuk aplikasi elektroda baterai dan superkapasitor. Salah satu kelompok material yang dibutuhkan dan dikembangkan adalah material karbon, khususnya nanografit. Nanografit adalah material karbon dengan sifat fisik maupun kimianya berada di antara grafena dan grafit konvensional, yang dapat dimanfaatkan untuk anoda baterai hingga fuel cell. Metode umum dalam memproduksi nanografit dari karbon amorf adalah chemical vapor deposition (CVD) atau ball-milling yang membutuhkan energi tinggi dan proses yang relatif kompleks. Beberapa tahun terakhir, dikembangkan metode alternatif, yaitu microwave-assisted treatment dengan konsumsi energi yang lebih rendah dan proses yang lebih sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari lebih lanjut metode konversi batubara sub-bituminus menjadi nanografit menggunakan microwave dengan katalis tembaga, serta mempelajari pengaruh hotspots microwave, kadar moisture, jenis atmosfer, dan durasi pemanasan terhadap hasil konversi. Penelitian ini menggunakan batubara sub-bituminus (RC) yang dihaluskan hingga berukuran -200 mesh. RC didemineralisasi menggunakan larutan HF (2 M) dan HNO3 (1 M), masing – masing selama 3 jam, menghasilkan clean coal (CC). Selanjutnya, konversi CC dilakukan menggunakan katalis tembaga (3 x 3 cm) yang ditempatkan dalam microwave 1000 W. Variasi moisture; 3%, 13%, 23%, dan 33% (M3, M13, M23, dan M33), variasi atmosfer; udara, argon, nitrogen, dan karbon dioksida (AU, AA, AN, dan AC), dan variasi durasi pemanasan; 1, 3, 5, dan 10 menit (DK1, DK3. DK5, dan DK10) dilakukan bertahap untuk menentukan kondisi optimal. Seluruh sampel hasil konversi, dikarakterisasi menggunakan fourier transform infrared (FTIR) dan raman spectroscopy. Sampel hasil konversi yang paling optimal dikarakterisasi lebih lanjut menggunakan x-ray diffraction (XRD) dan scanning electrone microscope-energy dispersive x-ray (SEM-EDX). Hasil penelitian menunjukkan, tahap demineralisasi menurunkan kandungan abu dari 7,46% (db) menjadi 0,51% (db). Pada sampel paling optimal, DK5, dengan moisture 3%, atmosfer nitrogen, durasi pemanasan 5 menit. Hasil FTIR memperlihatkan penurunan gugus oksigen (-OH, C=O) dengan dominasi gugus aromatik (C=C). Spektrum Raman menunjukkan penurunan rasio ID/IG dari semula 1,596 (RC) menjadi 1,031 (DK5). Hasil XRD menunjukkan penurunan nilai d(002) dari 0,404 nm (RC) menjadi 0,372 nm (DK5). Hasil SEM-EDX memperlihatkan terbentuknya struktur lamellar pada hasil konversi, serta peningkatan unsur C dari 78,50% (RC) menjadi 92,20% (DK5). Hasil ini mengindikasikan telah terjadi peningkatan kristalinitas dan pembentukan domain nanografit.