digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dokumen Asli
PUBLIC Open In Flipbook Dessy Rondang Monaomi Ringkasan

Jaringan listrik mikro atau yang disebut sebagai mikrogrid merupakan suatu bentuk implementasi dari pemanfaatan energi terbarukan seperti yang bersumber dari energi matahari ataupun angin. Dengan semakin beragamnya peralatan yang dicatu menggunakan sumber tegangan DC seperti penerangan, telekomunikasi, pusat data dan pengisi baterai serta tidak diperlukannya proses sinkronisasi dan tidak adanya permasalahan dengan daya reaktif, maka mikrogrid DC menjadi hal yang menarik untuk diterapkan serta menjadi pusat perhatian para peneliti. Dalam penerapannya, mikrogrid DC dapat disambungkan ke jaringan listrik utama (grid connected) ataupun yang mandiri (islanded). Ketika sistem mikrogrid DC tersambung ke jaringan listrik utama, maka permasalahan intermitensi dari sumber tidak begitu berpengaruh terhadap operasi sistem, karena kekurangan energi karena intermitensi ini, dapat dicukupi oleh jaringan listrik utama. Intermitensi sumber ini merupakan tantangan yang dihadapi oleh mikrogrid mandiri yang harus dapat menjaga keseimbangan antara kapasitas daya yang tersedia dengan permintaan daya beban. Salah satu strategi yang digunakan untuk mengatasinya adalah dengan membentuk klaster mikrogrid. Tantangan yang muncul dalam klaster mikrogrid adalah permasalahan pembagian daya (power sharing) yang berimbang antar sumber serta menjaga tegangan bus DC pada tegangan kerjanya. Secara garis besar, skema kendali yang telah diajukan oleh para peneliti terbagi menjadi tiga kelompok yaitu kendali tersentralisasi (centralized), terdistribusi (distributed) dan terdesentralisasi (decentralized). Pengendali tersentralisasi dapat mengatasi tantangan pembagian daya antar sumber serta menjaga tegangan bus pada nilai acuannya, namun memerlukan dukungan jaringan komunikasi yang baik serta sangat rentan mengalami kegagalan titik tunggal (single point failure). Selain itu skema kendali ini juga membuat sistem mikrogrid tidak fleksibel. Kegagalan titik tunggal dalam skema tersentralisasi dapat diminimumkan dengan menerapkan skema kendali terdistribusi. Skema kendali ini menggunakan pengendali yang tersebar di setiap lokal mikrogrid serta menerapkan algoritma koordinasi antar lokal mikrogrid. Namun seperti halnya pengendali tersentralisasi, pengendali terdistribusi juga menggunakan jaringan komunikasi dalam melakukan koordinasi antar mikrogrid yang membuat kurang fleksibel ketika diperlukan perluasan jaringan. Pengendali terdesentralisasi hanya menggunakan pengukuran di tiap lokal mikrogrid, sehingga tidak memerlukan jaringan komunikasi, yang membuat skema kendali ini paling fleksibel dibandingkan dua skema pengendali sebelumnya, karenanya skema kendali ini sangat cocok untuk diterapkan pada daerah terpencil. Dengan menggunakan kendali droop tegangan, skema pengendali ini dapat melakukan pembagian daya antar sumber dengan baik, tetapi pengendalian tegangan bus DC-nya masih kurang akurat. Karenanya pengembangan skema pengendali terdesentralisasi pada klaster mikrogrid DC yang dapat berbagi daya antar sumber dengan baik sekaligus dapat menjaga tegangan bus DC-nya, menjadi pusat pembahasan dalam penelitian disertasi ini. Untuk mewujudkan tujuan dari disertasi ini, penelitian dilakukan dalam empat tahap. Pemodelan kendalian boost converter dilakukan dalam tahap pertama. Kendalian dimodelkan menggunakan pendekatan PWA (Piece-Wise Affine) sehingga perilaku kendalian yang tidak linier dapat dikendalikan dengan baik menggunakan pengendali linier. Dalam tahap kedua dilakukan pengembangan pengendali terdesentralisasi yang dapat mengekstrak energi matahari sesuai dengan kondisi kecukupan energi. Strategi pengendalian ini diuji efektivitasnya menggunakan simulasi serta eksperimen. Selanjutnya dalam tahap ketiga, pengendali terdesentralisasi tersebut diterapkan dalam klaster mikrogrid DC dengan menambahkan mekanisme penalaan fungsi bobot mode operasi panel PV supaya tegangan bus DC dapat dijaga pada nilai nominalnya. Strategi pengendalian klaster mikrogrid DC ini diuji efektivitasnya melalui eksperimen dalam penelitian tahap keempat. Kontribusi yang dihasilkan dari disertasi ini diantaranya adalah model rerata boost converter paralel. Model rerata ini selanjutnya digunakan untuk menurunkan model PWA boost converter paralel. Kontribusi lainnya adalah algoritma pembagian nilai duty-cycle yang digunakan untuk menurunkan model PWA berdasarkan nilai akar kuadrat galat terkecil. Fungsi pembobotan serta mekanisme penalaan fungsi bobot mode operasi panel PV diajukan untuk memperbaiki kinerja skema pengendali terdesentralisasi. Dari hasil simulasi dan eksperimen diperoleh hasil bahwa model PWA yang dihasilkan dapat digunakan untuk menyusun pengendali yang lebih akurat dibandingkan dengan model pembanding. Pengendali yang diturunkan dari model PWA boost converter paralel masih dapat mengendalikan sistem dengan baik, meskipun beban telah bergeser hingga 2 ????????????????. Dalam eksperimen, sistem paralel dua boost converter yang dikendalikan menggunakan pengendali ini memberikan tanggapan tunak yang lebih cepat 0,5 detik dibandingkan pengendali optimal. Fungsi transisi mode operasi ini berhasil mengurangi riak arus PV sebesar 67%, riak arus baterai sebesar 40-50% dan riak tegangan bus sebesar 16%. Dari hasil eksperimen diperoleh data indeks kinerja Integral of Time-weighted Absolute Error (ITAE) pengendali yang diusulkan adalah lebih unggul dibandingkan dengan dua jenis pengendali lainnya. Pada saat nilai SoC baterai bernilai 47% yaitu sebesar 24,23 sedangkan pengendali yang didasarkan pada model PWA yang pembagian duty-cycle-nya seragam HSPD-PWA (Homogeneous Space Partitioned Duty cycle- PWA ) bernilai 27,26 dan pengendali yang didasarkan pada model sinyal kecil adalah 51,03. Demikian juga untuk kondisi SoC baterai bernilai 77% adalah sebesar 17,04, untuk sedangkan pengendali yang didasarkan pada model PWA yang pembagian duty-cycle-nya linier HSPD-PWA bernilai 33,36 dan pengendali yang didasarkan pada model sinyal kecil adalah 44,4. Dari hasil eksperimen sistem kendali klaster mikrogrid DC, diperoleh data bahwa dengan penalaan fungsi transisi mode operasi PV ini dapat menaikan daya yang diekstrak dari panel PV sebesar 8,2% hingga 16%, serta menurunkan daya pengisian baterai hingga 26% saat SoC baterai bernilai 80%.