Penetapan Jatinangor sebagai Kawasan Perguruan Tinggi (KPT) dalam tiga
dekade terakhir telah mendorong ekspansi perguruan tinggi dan konsentrasinya
yang terpusat, menyebabkan fenomena studentifikasi. Seiring dengan dinamika
perkembangan perguruan tinggi, beberapa kawasan yang mengalami
studentifikasi juga menghadapi proses de-studentifikasi, ketika kawasan yang
sebelumnya mengalami studentifikasi mulai kehilangan daya tariknya bagi
mahasiswa, ditandai dengan menurunnya jumlah mahasiswa yang tinggal di area
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses de-studentifikasi
dengan menjelaskan potensinya di Jatinangor.
Penelitian ini menggunakan pendekatan mix method, dengan menggunakan
beberapa analisis, diantaranya analisis statistik deskriptif, analisis konten, analisis
asosiasi, analisis buffer, dan analisis dekriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat potensi de-studentifikasi di KPT Jatinangor,
terutama pada jenis hunian HMO. Kelebihan pasokan hunian mahasiswa berperan
sebagai pemicu utama. Sementara itu, preferensi mahasiswa, dinamika pasar
akomodasi, serta kondisi pemilik HMO berinteraksi secara kompleks dalam
membentuk proses tersebut. Terdapat transformasi hunian dari HMO ke PBSA,
namun tidak signifikan. PBSA di Jatinangor tumbuh melalui dua cara. Pertama,
melalui jual beli aset lahan dan bangunan, tanpa merubah bentuk fisik bangunan,
tapi menjadikannya PBSA, dan dengan merubah bentuk fisik bangunan. Kedua,
PBSAmelalui pembangunan baru,yang disediakan pihak kampus maupun swasta.
Potensi de-studentifikasi di Jatinagor teridentifikasi pada fase empty beds yang
ditandai dengan munculnya banyak tempat tidur kosong di dalam hunian
mahasiswa, baik HMO maupun PBSA. Beberapa HMO di Jatinangor juga telah
memasuki fase empty houses. Sementara itu, dalam merespon perkembangan
hunian mahasiswa di Jatinangor, pemerintah daerah Kabupaten Sumedang belum
memiliki regulasi yang spesifik dalam mengendalikan pertumbuhan hunian
mahasiswa
Perpustakaan Digital ITB