Ko-proses termal antara batubara dan biomassa dapat mengurangi dampak lingkungan
dari produksi energi, namun tetap menghadapi tantangan seperti slagging dan fouling
akibat perbedaan sifat abu dari masing-masing bahan bakar. Penelitian ini membahas
sifat pelelehan abu dari batubara Sumatera, kayu Puspa, bonggol Jagung, serta
campurannya di bawah kondisi atmosfer pengoksidasi (21% O2/79% N2) dan pereduksi
(60% CO/40% CO2). Campuran bahan bakar dibuat dengan variasi biomassa sebesar
0%, 33%, 50%, 67%, dan 100% berat. Pengujian meliputi analisis proksimat dan
ultimat, komposisi abu menggunakan X-ray fluorescence, serta pengukuran temperatur
fusi abu (AFT). Data juga dianalisis menggunakan perhitungan kesetimbangan
termodinamika melalui FactSage 7.3.
Abu kayu Puspa yang mengandung SiO2 (0,628 wt%) dan Al2O3 (0,226 wt%)
menunjukkan AFT tertinggi, dengan suhu deformasi awal (IDT) 1192 °C dan suhu alir
(FT) 1407 °C, menandakan ketahanan tinggi terhadap pembentukan slag. Sebaliknya,
abu tongkol jagung yang kaya akan K2O (0,905 wt%) dan Cl (0,265 wt%) memiliki
AFT terendah (IDT 857 °C; FT 1214 °C), menunjukkan risiko slagging dan fouling
yang lebih tinggi akibat kandungan zat pelarut. Pencampuran dengan batubara
menurunkan AFT dari kedua jenis biomassa. Campuran kayu Puspa–batubara memiliki
IDT antara 970–1030 °C, sementara campuran bonggol jagung–batubara lebih rendah,
dengan FT mencapai 1120 °C pada campuran 67%.
Dalam kondisi reduksi, perubahan Fe2O3 menjadi FeO menurunkan titik leleh lebih
lanjut. Diagram fasa tiga komponen (SiO2–CaO–Al2O3) menunjukkan bahwa
peningkatan CaO, K2O, dan Fe2O3 menggeser komposisi abu ke wilayah temperatur
cairan yang lebih rendah. Abu batubara cenderung mudah slagging namun minim
fouling, sementara abu bonggol jagung lebih rentan fouling. Campuran kayu Puspa
berada di tingkat sedang untuk slagging dan rendah untuk fouling.
Perpustakaan Digital ITB