digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ardelia Widya Santi
PUBLIC Open In Flipbook Ridha Pratama Rusli

Abu terbang merupakan limbah padat hasil pembakaran batubara, yang jumlahnya terus meningkat seiring dominasi batubara sebagai sumber energi utama. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memproyeksikan bahwa batubara masih akan menyuplai sekitar 53% dari total kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di Indonesia pada tahun 2050. Data ini diperkuat oleh laporan dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) yang menunjukkan bahwa pada tahun 2024, batubara masih digunakan hingga 67% dalam pembangkit energi nasional. Kondisi ini mencerminkan ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi fosil, meskipun pemerintah secara resmi telah menyatakan dukungannya terhadap pengurangan emisi karbon global melalui perjanjian internasional pada Konferensi Perubahan Iklim (COP21). Di sisi lain, tingginya penggunaan batubara menyebabkan peningkatan produksi abu terbang, yang apabila tidak dimanfaatkan dengan baik akan berdampak pada pencemaran lingkungan. Potensi pemanfaatan abu terbang sebagai bahan baku zeolit sintetis merupakan salah satu solusi alternatif dalam mengatasi limbah ini karena kandungan silika (SiO?) dan alumina (Al?O?) yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menyintesis zeolit dari abu terbang menggunakan metode fusi alkali-hidrotermal, yaitu proses pemanasan awal menggunakan NaOH yang dilanjutkan dengan proses kristalisasi pada suhu tinggi dalam media air. Tiga variabel utama yang divariasikan adalah rasio abu terbang terhadap NaOH, rasio padat/cair (S/L), dan waktu kristalisasi. Proses sintesis ini juga dilanjutkan dengan modifikasi zeolit menggunakan MnO? dengan tujuan meningkatkan luas permukaan dan kinerja adsorpsi terhadap logam berat tembaga (Cu²?). Berdasarkan hasil analisis komponen menggunakan XRF, rasio Si/Al berada pada rentang 1–1,5 yang termasuk dalam kategori zeolit X. Hasil BET menunjukkan bahwa luas permukaan terbaik diperoleh pada sampel Z1, yaitu sebesar 282,05 m²/g. Berdasarkan hasil morfologi menggunakan SEM, beberapa zeolit tidak memiliki struktur morfologi yang serupa dengan zeolit komersial karena adanya fasa kuarsa yang dominan dalam kristal. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa fasa utama yang terbentuk adalah zeolit X, meskipun masih didominasi oleh fasa kuarsa dan kristalisasi terbaik diperoleh oleh sampel Z5 sebesar 63,5%. Selain itu, Z5 juga menunjukkan efisiensi penyerapan tertinggi terhadap ion Cu²?, yaitu sebesar 99,75%. Namun, keberhasilan sintesis masih dipengaruhi oleh keberadaan fasa non-zeolit seperti kuarsa, hidroksi aluminosilikat yang terdeteksi melalui analisis XRD, serta Fe?O? yang terdeteksi melalui analisis XRF. Fasa-fasa ini merupakan pengotor atau reaktan sisa yang belum bereaksi sempurna dan berpotensi menghambat pembentukan kristal zeolit yang sempurna. Modifikasi zeolit menggunakan MnO? menyebabkan penurunan luas permukaan menjadi 150,80 m²/g karena MnO? cenderung teraglomerasi pada permukaan zeolit tanpa membentuk pori baru. Agregasi MnO? ini juga menyebabkan penurunan kristalinitas hingga 46,5% serta kerusakan pada struktur morfologi. Oleh karena itu, meskipun penambahan MnO? ditujukan untuk meningkatkan luas permukaan dan kemampuan adsorpsi, studi ini menunjukkan bahwa tidak semua modifikasi menghasilkan peningkatan kinerja yang diharapkan. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan abu terbang sebagai bahan baku zeolit memiliki potensi yang tinggi, namun membutuhkan kondisi sintesis yang terkendali secara ketat untuk memperoleh zeolit dengan struktur, kemurnian, dan performa adsorpsi yang optimal.