Permasalahan pemborosan makanan di tingkat rumah tangga menjadi isu global
yang berdampak luas, baik dari segi lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Di
Indonesia, pemborosan makanan mencapai jutaan ton setiap tahunnya, dengan
rumah tangga sebagai salah satu penyumbang utama. Berbagai faktor
mempengaruhi perilaku pemborosan makanan, termasuk perencanaan makanan,
kebiasaan belanja, cara penyimpanan, serta penggunaan kembali sisa makanan.
Selain itu, kekhawatiran terhadap dampak pemborosan makanan, baik dari segi
lingkungan maupun finansial, dapat menjadi faktor yang memotivasi pengurangan
limbah makanan. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan quasi eksperimental
untuk mengukur pengaruh stimulus poster dalam meningkatkan kesadaran
konsumen terhadap pemborosan makanan dan pengelolaan makanan yang lebih
efisien. Penelitian ini juga mengeksplorasi peran kekhawatiran lingkungan dalam
memotivasi perubahan perilaku terkait pengelolaan makanan, serta pengaruh
aplikasi pengiriman makanan terhadap pemborosan makanan di rumah tangga.
Penelitian dilakukan pada perempuan usia 18-65 tahun yang berperan sebagai
pengelola utama makanan di rumah tangga di dua wilayah di Kota Cimahi.
Responden yang menggunakan aplikasi pengiriman makanan dalam 12 bulan
terakhir turut dilibatkan untuk melihat pengaruh teknologi terhadap perilaku
pemborosan makanan. Metode yang digunakan mencakup pengumpulan data
melalui kuesioner, pengujian validitas dan reliabilitas data, serta analisis statistik
menggunakan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM)
untuk menguji hubungan antara variabel-variabel yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stimulus visual memiliki pengaruh signifikan
terhadap perilaku berbelanja makanan, dengan responden menjadi lebih terorganisir
dan disiplin dalam membeli makanan sesuai kebutuhan. Namun, pengaruh stimulus
ini tidak signifikan terhadap perilaku lainnya seperti konsumsi makanan,
penyimpanan makanan, dan penggunaan kembali sisa makanan. Kekhawatiran
lingkungan terbukti memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pengelolaan
makanan, dengan responden yang lebih peduli terhadap dampak lingkungan
cenderung lebih hati-hati dalam mengelola makanan mereka. Selain itu,
penggunaan aplikasi pengiriman makanan juga berkontribusi pada peningkatan
iii
pemborosan makanan, karena kecenderungan untuk memesan lebih banyak
makanan daripada yang diperlukan.
Kesimpulannya, meskipun stimulus visual dapat meningkatkan kesadaran dan
perilaku berbelanja makanan yang lebih terencana, pengelolaan makanan yang
lebih efisien di rumah tangga memerlukan pendekatan yang lebih holistik yang
melibatkan faktor internal seperti norma sosial, kebiasaan rumah tangga, dan
peningkatan kesadaran lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini menyarankan
agar intervensi berbasis komunitas dan edukasi lebih lanjut dilakukan untuk
mendorong perubahan perilaku yang lebih berkelanjutan dalam pengelolaan
makanan.
Perpustakaan Digital ITB