digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sektor manufaktur memiliki peran yang sangat penting dalam struktur perekonomian Indonesia, dengan kontribusi sebesar 19,86% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, dalam beberapa tahun terakhir (2012–2019), sektor ini mengalami perlambatan pertumbuhan, dengan rata-rata pertumbuhan produksi sebesar 4,3%, yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5%. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terkait potensi deindustrialisasi dini, yaitu fenomena ketika kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB menurun sebelum mencapai tingkat produktivitas, daya saing, dan pendapatan per kapita yang sebanding dengan negara-negara maju. Para ekonom telah menyuarakan kekhawatiran terkait deindustrialisasi dini sejak tahun 2005, dengan penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB. Masalah ini semakin diperparah oleh dampak pandemi COVID-19 yang memengaruhi sisi permintaan dan penawaran dalam perekonomian. Krisis ini dipicu oleh depresiasi mata uang dan lemahnya fundamental ekonomi, yang mengindikasikan tingginya kerentanan Indonesia terhadap guncangan eksternal, termasuk ketergantungan pada utang luar negeri dan lemahnya praktik perbankan. Industri manufaktur, yang sangat bergantung pada permintaan domestik, mengalami tekanan besar akibat penurunan konsumsi domestik, yang umumnya menyerap sekitar 70% dari total produksinya. Sifat siklus ekonomi yang fluktuatif—seperti resesi, krisis keuangan, dan periode ekspansi— menuntut pengembangan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System/EWS). Sistem ini berfungsi untuk membantu pemangku kebijakan dalam mendeteksi potensi krisis ekonomi sejak dini, sehingga memungkinkan respons yang lebih proaktif sebelum krisis semakin memburuk. Sejauh ini, hanya terdapat sedikit penelitian terkait EWS yang menerapkan metode ini, dan dalam konteks Indonesia, belum ada kajian yang secara khusus meneliti sistem peringatan dini untuk sektor manufaktur. Penelitian ini mengacu pada studi peramalan siklus ekonomi yang telah dilakukan di Thailand, meskipun masih terdapat beberapa pertanyaan yang belum terjawab. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model hibrida yang mengintegrasikan Composite Leading Indicators (CLI) dan nowcasting guna memprediksi pertumbuhan industri manufaktur Indonesia. Model ini mengombinasikan CLI jangka pendek, menengah, dan panjang untuk menunjukkan bahwa CLI yang saling berhubungan memiliki kemampuan prediksi yang lebih akurat dibandingkan CLI yang berdiri sendiri. Secara khusus, penelitian ini mengeksplorasi hubungan antara CLI dalam meramalkan Siklus Manufaktur Indonesia (ManC) dengan pendekatan Model Hibrida (Fusion Model) yang menggabungkan metode PLS-SEM, ekonometrika, analisis siklus bisnis, dan pembelajaran mesin (machine learning) untuk Kerangka Prediksi siklus manufaktur dan Sistem Peringatan Dini (IEWS) di sektor manufaktur Indonesia. Melalui penerapan model hibrida ini, penelitian ini berupaya mengatasi beberapa keterbatasan model tradisional dengan memasukkan variabel yang lebih dinamis dan relevan, serta memanfaatkan data real-time guna meningkatkan akurasi peramalan. Berdasarkan kajian literatur yang ekstensif, penelitian ini menggunakan data kwartalan dari tahun 2010 hingga kuartal kedua tahun 2022, dengan lima konstruk utama yang merepresentasikan sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap siklus manufaktur. Analisis ini mencakup dua CLI jangka pendek, yaitu SLEI dan International Trade Channel (ITC). SLEI terdiri dari dua indikator utama: Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur dan IHSG di Bursa Efek Indonesia. ITC terdiri dari sembilan CLI ekspor-impor yang memiliki signifikansi dalam peramalan siklus manufaktur. Selain itu, Siklus Fiskal (Financial) (Fiscal Cycle/FC) berperan sebagai CLI jangka menengah, yang mencakup variabel PDB per kapita, investasi manufaktur, harga minyak, dan Indeks Harga Konsumen (IHK). Sementara itu, Siklus Moneter (Monetary Cycle/MC) terdiri dari variabel suku bunga kebijakan dan nilai tukar efektif riil. Penelitian ini secara empiris mendukung penerapan Model Hibrida dalam Peramalan Siklus Manufaktur di Indonesia. Untuk menilai efektivitas pendekatan yang dikembangkan, penelitian ini menerapkan studi kasus pada industri manufaktur Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Composite Leading Indicator (CLI) memiliki korelasi yang kuat dengan PDB manufaktur dan dapat memprediksi fluktuasi siklus bisnis 2–3 kuartal sebelumnya. Selain itu, integrasi teknik pembelajaran mesin secara signifikan meningkatkan akurasi peramalan dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Penelitian ini memberikan bukti empiris mengenai penerapan Model Hibrida dalam peramalan siklus manufaktur di Indonesia. Dengan mengintegrasikan PLS-SEM, analisis siklus bisnis, ekonometrika, dan pembelajaran mesin, penelitian ini berkontribusi terhadap pengembangan metodologi peramalan ekonomi dan memberikan wawasan strategis bagi pemangku kebijakan serta pelaku industri dalam mengelola pertumbuhan industri dan mitigasi risiko ekonomi. Penelitian ini berkontribusi pada bidang peramalan siklus manufaktur dengan mengembangkan model hibrida baru yang mengintegrasikan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM), analisis ekonometrik, dan teknik machine learning. Dengan menggabungkan pendekatan teoritis dan berbasis data, kerangka yang diusulkan ini meningkatkan akurasi prediksi siklus manufaktur dan membangun fondasi bagi sistem peringatan dini yang dirancang khusus untuk sektor industri manufaktur di Indonesia.