Tingginya arus urbanisasi seringkali tidak dilengkapi dengan kesiapan permukiman yang layak. Hal ini menyebabkan masyarakat yang melakukan urbanisasi (umumnya masyarakat berpenghasilan rendah) cenderung tinggal di permukiman padat, informal, kurang memenuhi standar, dan mendekati pusat kota atau biasa disebut dengan kampung-kota. Permasalahan ini memunculkan fenomena kumuh yang harus segera ditangani. Fenomena ini seringkali terjadi di kota besar salah satunya yaitu Kota Bandung. Bentuk penanganan dari pemerintah yang sedang berjalan yaitu Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh).Untuk melakukan perbaikan ini, perlu diawali dengan melakukan karakterisasi kampung. Karakterisasi ini berfungsi untuk membantu penentuan pola penanganan sesuai karakteristik fisik yang dimiliki masing-masing kampung. Karakterisasi dilakukan pada seluruh kampung di Kota Bandung dengan satuan data kelurahan. Data kelurahan pada dasarnya telah melingkupi kampung yang ada di dalamnya sehingga dapat diasumsikan bahwa data sudah terwakili.
Penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi karakter fisik kampung secara spasial,mengidentifikasi tipologi kampung berdasarkan sebaran lokasinya, dan menentukan pola penanganan pada kawasan kumuh yang ada di Kota Bandung. Pada tahapan pengolahan data dan analisis penelitian ini menggunakan beberapa alat yang digunakan untuk mengolah data sekunder. Alat analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif, analisis isi, analisis spasial, dan analisis skoring.
Berdasarkan hasil analisis masing-masing sasaran ini didapat perbedaan karakteristik antara kampung yang berada di pusat, dalam, maupun pinggiran kota. Salah satu perbedaannya yaitu kampung di pinggiran kota lebih banyak yang terletak pada lahan dengan status hak terdaftar dibandingkan dengan kampung yang berada di pusat maupun dalam kota. Tidak hanya itu, dari aspek penilaian fisik, didapat skor yang menunjukkan tingkat kekumuhan kampung yang dapat digunakan untuk menentukan pola penanganan kumuh. Penanganan kumuh dapat berupa pemugaran, peremajaan, dan pemukiman kembali dengan penentuan pola perbaikan didasarkan pada sebaran lokasi, kepadatan bangunan, kepadatan penduduk, status pemilikan lahan, dan kesesuaian rencana.
Dari hasil penilaian ini, pola penanganan yang dilakukan di pusat kota yaitu berupa pemukiman kembali karena tidak ada kampung yang berada pada lahan dengan status hak terdaftar dan sesuai dengan rencana. Untuk penanganan kumuh di kawasan dalam kota perlu dilakukan peremajaan; peremajaan dan pemukiman kembali; serta pemugaran dan pemukiman kembali. Sedangkan penanganan kumuh di kawasan pinggiran kota yaitu berupa pemugaran; peremajaan; peremajaan dan pemukiman kembali; serta pemugaran dan pemukiman kembali.
Perpustakaan Digital ITB