digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


BAB I Dyah Ellne Rahmawityana [27123059]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB II Dyah Ellne Rahmawityana [27123059]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB III Dyah Ellne Rahmawityana [27123059]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB IV Dyah Ellne Rahmawityana [27123059]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB V Dyah Ellne Rahmawityana [27123059]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

Wayfinding yang inklusif merupakan prasyarat layanan stasiun dalam jaringan transportasi publik modern. Kehadiran Kereta Cepat Jakarta-Bandung menempatkan stasiun feeder sebagai simpul penting first last mile, terutama bagi lansia dan pengguna kursi roda. Penelitian ini berangkat dari kebutuhan untuk menilai kecukupan informasi arah di stasiun serta menjembatani ukuran kepatuhan dengan pengalaman pengguna di lapangan. Tujuan penelitian adalah menilai kondisi aktual elemen penuntun arah di tiga stasiun feeder, yaitu Bandung, Cimahi, dan Padalarang, mengidentifikasi kesenjangan antara capaian dan kebutuhan penumpang, serta menyusun urutan perbaikan yang realistis dan dapat diterapkan. Penelitian menggunakan pendekatan mixed method. Bagian kuantitatif mencakup audit lapangan terstruktur atas jalur tanpa anak tangga, jalur pemandu, penanda tepi peron, dan penanda pada titik keputusan, serta kuesioner tentang kejelasan arah, kemudahan menemukan lokasi, keterbacaan sambil berjalan, dan kebutuhan dukungan petugas. Bagian kualitatif meliputi observasi perilaku bernavigasi dan pencatatan konteks ruang pada momen naik turun kereta dan perpindahan moda. Responden dipilih secara purposive dari tiga kelompok, yaitu penumpang umum, lansia, dan pengguna kursi roda. Hasil kuantitatif dan kualitatif dipadankan untuk menandai bagian yang selaras dan bagian yang masih menyisakan keraguan, lalu disintesis menjadi prioritas perbaikan per stasiun. Hasil menunjukkan pola yang konsisten di ketiga stasiun. Elemen dasar akses dan keselamatan menjadi fondasi kemandirian, sehingga jalur tanpa hambatan yang menyambung, jalur pemandu berkesinambungan, dan penanda tepi peron yang terbaca baik mempercepat keputusan arah. Pesan tentang langkah berikutnya perlu hadir berurutan sebelum persimpangan, tepat di titik pilihan, dan sesudahnya. Layar informasi stasiun dan pengumuman suara harus menampilkan isi sejalan pada momen naik turun kereta dan perpindahan moda. Segmen setelah turun hingga keluar paling rawan kebingungan, sehingga peneguhan arah dan kelancaran jalur menjadi kunci. Bandung paling rawan di area keluar dan awal keberangkatan, Cimahi pada rentang setelah turun hingga keluar yang menuntut konsistensi di kedua sisi peron, dan Padalarang pada sisi keberangkatan yang memerlukan jalur tanpa hambatan utuh dan penataan antre, sementara kedatangan butuh arahan menuju layanan lanjutan. Penelitian ini berkontribusi pada pengembangan studi wayfinding dan desain inklusif di stasiun. Dari sisi keilmuan, penelitian memperjelas keterpaduan prasarana akses dengan informasi arah dan menawarkan cara baca gabungan untuk menilai kemajuan lintas lokasi dan waktu. Dari sisi praksis, temuan memberi pijakan bagi pengelola untuk menata urutan pesan di titik keputusan, merapikan area padat visual, menyelaraskan isi layar dan pengumuman suara, serta menjaga kesinambungan jalur tanpa hambatan dari pintu masuk hingga pintu keluar. Kerangka prioritas dapat direplikasi sesuai konteks operasional setempat agar pengalaman bernavigasi menjadi lebih mudah, aman, dan setara bagi seluruh penumpang.