Latar belakang: Bulutangkis merupakan olahraga yang berprestasi di Indonesia
sejak Olimpiade Barcelona 1992, olahraga ini selalu menghasilkan medali di
Olimpiade hingga saat ini. Cedera pada atlet bulu tangkis sering kali terjadi pada
saat pertandingan maupun latihan. Jadwal kompetisi yang padat serta jadwal latihan
yang terus menerus menjadi salah satu penyebab terjadinya cedera. Beban latihan
yang tidak dipantau dengan terukur dan terstruktur berisiko menyebabkan
kelelahan berlebih dan cedera. Pemantauan beban latihan yang mengukur variabel
obejektif maupun subjektif seperti pemantauan denyut jantung, RPE, Arbitary Unit
(AU) dan tes fisik perlu dilakukan untuk mengetahui respons fisiologis dan non
fisiologis atlet. Salah satu metode yang berkembang dalam pemantauan beban
latihan adalah Acute: Chronic Workload Ratio (ACWR). ACWR merupakan
metode yang membandingkan fase akut dengan fase kronik untuk mengetahui
beban latihan yang optimal dan risiko cedera pada atlet. Telah banyak penelitian
yang menggunakan ACWR sebagai metode untuk pemantauan beban latihan.
Namun belum ditemukan penelitian pada olahraga bulutangkis yang
mengkombinasikan pemantauan denyut jantung, RPE, AU, ACWR, dan hasil tes
fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas pemantauan beban
latihan menggunakan metode ACWR terhadap risiko cedera pada atlet bulu tangkis
junior. Metode: Metode penelitian ini menggunakan metode obervasional
longitudinal pada 22 atlet bulu tangkis junior yang terdiri dari 8 atlet tunggal putra,
9 atlet ganda putra dan 5 atlet ganda putri. Beban latihan diperoleh dari pemantauan
denyut jantung, pengumpulan data RPE menggunakan skala borg 1-10, perhitungan
AU yang mengkalikan durasi latihan dalam menit dengan RPE pada setiap sesinya.
ACWR AU dihitung setiap minggu dengan metode rolling average (RA). Data
kejadian cedera dicatat setiap kejadian cedera oleh peneliti menggunakan formulir
pencatatan cedera. Analisis menggunakan uji Shapiro-wilk untuk mengetahui
normalitas data, dilanjutkan uji One-way Anova post hoc Tukey bertujuan
membandingkan antar pekan dan antar kelompok serta uji paired t-test untuk
melihat perbedaan hasil VO2max sebelum dan sesudah pemantauan. Hasil:
Pemantauan beban latihan dilakukan selama lima pekan terdiri dari periode latihan
intensif dan dua pertandingan tingkat nasional. Hasil pemantauan menujukkan
terdapat perbedaan signifikan pada rata-rata denyut jantung kelompok tunggal putra
dengan ganda putri dipekan kesatu, ketiga dan kelima (p<0,05), perbedaan juga
terjadi pada kelompok ganda putra dan ganda putri dipekan ketiga dan kelima
(p<0,05), sedangkan tunggal putra dengan ganda putra hanya terjadi perbedaan
yang signifikan pada pekan keempat (p<0,05). Pemantauan RPE menunjukkan
perbedaan antar pekan yang signifikan antara pekan ketiga dan keempat pada
kelompok ganda putri (p<0,05). Sedangkan perbedaan antar kelompok pada
pemantauan RPE menunjukan perbedaan signifikan antara tunggal putra dan ganda
putra dipekan kedua (p<0,05) serta ganda putra dan ganda putri dipekan ketiga
(p<0,05). Pemantauan AU menunjukan perbedaan yang signifikan antar pekan pada
kelompok tunggal putra dipekan ketiga dan keempat (p<0,05). Hal ini berdampak
pada nilai ACWR tunggal putra dipekan keempat yang berada pada zona
overtraining (>1,3). Sedangkan kelompok lainnya berada pada zona optimal.
Terjadi 7 kejadian cedera non kontak dengan lokasi terbanyak terdapat pada
ekstremitas bawah. Sebagian besar cedera terjadi pada pekan ketiga hingga kelima
dengan nilai ACWR >1,3 maupun <0,8. Atlet yang memiliki ACWR stabil antara
0,8–1,3 menunjukkan tidak ada cedera kecuali atlet yang sebelumnya memiliki
riwayat cedera kronis. Pengukuran tes fisik terutama VO2max pada saat pemantauan
beban latihan fase intensif dan pertandingan tidak menunjukkan adanya perubahan
yang signifikan. Kesimpulan: Pemantauan beban latihan menggunakan
pengukuran denyut jantung dan RPE pada atlet bulutangkis junior efektif
memberikan gambaran yang membantu pelatih menentukan beban latihan dan
evaluasi program latihan. Peningkatan beban latihan AU yang signifikan dapat
mengindikasikan terjadinya overtraining. Metode ACWR terbukti dapat
memprediksi kejadian cedera pada atlet bulutangkis junior. Pemantauan beban
latihan pada fase intensif dan pertandingan tidak menunjukkan terjadinya
perubahan performa terutama pada VO2max. Atas temuan ini, kami mendorong atlet
dan pelatih menggunakan metode pemantauan beban latihan untuk mengetahui
program latihan yang sesuai dengan zona optimal agar setiap atlet terhindar dari
risiko cedera serta memahami cara pemantauan beban latihan yang terstruktur dan
terukur.
Perpustakaan Digital ITB