digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pertumbuhan pesat industri kecantikan di Indonesia disertai dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap praktik misleading advertising. Kekhawatiran semakin menguat setelah BPOM melakukan penyelidikan yang mengungkap adanya klaim palsu pada sejumlah produk perawatan kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak misleading advertising terhadap niat beli konsumen di sektor kecantikan Indonesia, dengan fokus pada konsumen berusia 18 hingga 45 tahun yang aktif menggunakan produk kecantikan dan terpapar iklan digital. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dan mengumpulkan data dari 280 responden melalui kuesioner online yang didistribusikan melalui platform media sosial. Analisis hubungan antar variabel dan pengujian hipotesis dilakukan menggunakan PLS-SEM dengan SmartPLS 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan menyesatkan secara signifikan merusak brand image, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap niat beli. Secara spesifik, misleading advertising ditemukan memiliki dampak negatif yang kuat terhadap brand image (T-statistic = 7,872) dan niat beli (T-statistic = 6,233). Sedangkan, brand image sendiri menunjukkan dampak positif yang kuat terhadap niat beli (T-statistic = 10,357), yang membuktikan perannya sebagai variabel mediasi signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meski banyak konsumen masih percaya pada iklan kecantikan, kesadaran akan klaim menyesatkan dapat merusak citra merek dan menurunkan niat beli. Bagi brand di industri kecantikan yang memiliki tujuan mencapai pertumbuhan berkelanjutan, studi ini menekankan pentingnya menjaga transparansi dan keaslian dalam strategi iklan untuk melindungi dan memperkuat brand image. Penelitian lebih lanjut dapat mengeksplorasi peran penegakan regulasi dan kualitas servis dalam mengurangi dampak misleading advertising dan mempertahankan kepercayaan konsumen.