digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Agribisnis merupakan sebuah entitas bisnis yang berisiko. Sebagai sebuah sistem rantai pasok yang menghasilkan bahan-bahan pertanian, agribisnis memiliki banyak segmen produksi dan banyak pelaku usaha yang terlibat di dalamnya. Di dalam setiap segmen, produksi bahan pertanian sangat dipengaruhi banyak factor seperti alam dan lingkungan biofisik, sementara pelakunya banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor social, ekonomi dan teknologi. Hal ini membuat agribisnis menjadi sebuah entitas bisnis yang kompleks serta sangat berkaitan erat dengan sumber-sumber risiko. Hingga saat ini, penelitian yang mengkaji topik risiko di dalam konteks rantai pasok yang kompleks masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini telah dilaksanakan dengan maksud untuk utama memahami definisi, persepsi dan manajemen risiko yang berada di dalam rantai pasok. Risiko dikaji dengan menggunakan pendekatan pemodelan berbasis agen (ABM). Pendekatan ini menyediakan metodologi yang dapat digunakan untuk menggambarkan dan memahami berbagai fenomena yang muncul dari sebuah sistem yang bersifat kompleks dan dinamis seperti pada sistem agribisnis. Penggunaan metodologi ABM pada berbagai penelitian agribisnis masih sangat terbatas, sehingga penggunaannya di dalam penelitian ini menjadi salah satu kontribusi metodologis bagi disiplin ilmu pertanian dan agribisnis. Berkaitan dengan ini, serangkaian kajian empirik yang bersifat analitik juga digunakan untuk mendukung pemodelan. Kajian ini menggunakan teknik Principal Component Analysis dan konsep Expected Utility Approach untuk memahami perilaku risiko dari para pelaku rantai pasok. Penelitian ini menemukan bahwa setidaknya terdapat 30 variabel yang dianggap sebagai sumber risiko di dalam rantai pasok susu. Seluruh sumber risiko tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor risiko alami, biologis, operasional, risiko rumahtangga dan pasar. Seluruh factor ini terhitung dapat menjelaskan sebagian besar variasi risiko yang terjadi di dalam rantai pasok. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar peternak sapi perah memiliki preferensi risiko bertipe “risk aversion”, meskipun ditemukan juga sebagian petani yang memiliki prefernsi “risk neutral” atau “risk taker”. Beragam preferensi ini nyatanya dapat menerangkan pola pemilihan strategi manajemen risiko di tingkat peternak, yang terdiri dari strategi finansial dan strategi praktik produksi. Model ABM yang telah dibangun dan dioperasionalkan di dalam penelitian ini pada faktanya telah dapat digunakan untuk memahami fenomena risiko di dalam sistem rantai pasok susu yang kompleks dan dinamis. Melalui simulasi model, peran dan kontribusi setiap sumber risiko dalam mempengaruhi kinerja sistem rantai pasok telah dapat diidentifikasi dan dipahami. Salah satu temuan terpenting dari model ini adalah teridentifikasnya titik pengungkit (leverage point) yang secara efektif dapat membawa perubahan positif bagi rantai pasok susu. Oleh karena itu, temuan ini diyakini dapat berkontribusi pada proses perencanan dan perancangan manajemen risiko di dalam rantai pasok susu di masa mendatang.