digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


BAB 1 Banu Faris Adinata Harisman
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Banu Faris Adinata Harisman
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Banu Faris Adinata Harisman
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Banu Faris Adinata Harisman
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Banu Faris Adinata Harisman
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Banu Faris Adinata Harisman
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

Pada kegiatan penambangan, bahan peledak yang umum digunakan adalah bahan peledak berbahan dasar amonium nitrat (AN). Ketika AN diisikan ke dalam lubang ledak dan batuan sekitarnya mengandung mineral sulfida, maka AN akan mengalami dekomposisi dan disertai kenaikan suhu. Reaksi antara AN dan mineral sulfida dikenal dengan nama reactive ground yang berpotensi menimbulkan ledakan dini (premature detonation) yang berbahaya bagi keselamatan. Salah satu metode pengujian reactive ground adalah metode Isothermal Reactive Ground Test yang dikembangkan oleh Australian Explosive Industry and Safety Group (AEISG). Berdasarkan standar AEISG (2017), salah satu standar pengujian adalah dilakukan pada suhu 55°C. Pada kenyataannya, suhu lubang ledak tidak selalu ada di kisaran tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur tetapan pada kereaktifan batuan mengandung mineral sulfida dan amonium nitrat, dengan melakukan pengujian pada temperatur tetapan 55°C, 50°C, 47,5°C, 45°C, dan 40°C. Penelitian juga dilakukan untuk mengetahui batas temperatur dimana tidak terjadi kereaktifan. Setelah dilakukan pengujian dengan batas waktu 4 jam, diketahui hubungan temperatur tetapan dengan kereaktifan batuan adalah sampel akan semakin tidak reaktif seiring dengan penurunan temperatur tetapan. Hasil lainnya adalah ditemukan batuan sudah menjadi tidak reaktif pada suhu 45°C.