Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh penerapan teknologi co-firing antara batubara dan woodchips pada PLTU Tarahan Unit 3 yang menggunakan boiler tipe Circulating Fluidized Bed (CFB) terhadap karakteristik bahan bakar, kestabilan parameter operasi, efisiensi bahan bakar, biaya produksi, serta emisi gas buang. Kajian ini dilakukan untuk mendukung upaya peningkatan efisiensi energi, penurunan emisi, dan optimalisasi pemanfaatan infrastruktur pembangkit dalam rangka mencapai target net-zero emission.
Pengujian dilaksanakan pada tiga skenario co-firing, yaitu 10%, 15%, dan 20% woodchips terhadap total energi yang digunakan. Metode penelitian meliputi uji laboratorium untuk analisis proximate, ultimate, titik leleh abu (ash fusion), nilai kalor, karakterisasi abu, serta kandungan klorin. Selain itu dilakukan pemantauan parameter operasi boiler seperti beban (load), laju umpan batubara (coal feed rate), aliran uap (steam flow), dan Furnace Exit Gas Temperature (FEGT). Perhitungan Specific Fuel Consumption (SFC), analisis biaya produksi, serta pengukuran emisi gas buang SO? dan NO? turut dilakukan sebagai bagian dari evaluasi kinerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan woodchips meningkatkan kadar air dan volatile matter sekaligus menurunkan fixed carbon, nilai kalor, dan kandungan sulfur. Pada indikator slagging, nilai Base to Acid Ratio (B/A) batubara murni relatif rendah (0,4), sedangkan woodchips memiliki nilai cukup tinggi (2,1). Pada skema co-firing, nilai B/A tetap di bawah 0,5, sehingga potensi slagging tergolong rendah. Rasio silika tertinggi dicapai pada co-firing 10% (80,1) yang secara umum mampu mengurangi kecenderungan slagging, sedangkan woodchips murni memiliki rasio silika terendah (30,3). Titik leleh abu (fusibility) sedikit menurun seiring peningkatan biomassa, yang mengindikasikan peningkatan risiko slagging pada co-firing di atas 10%. Nilai Composite Index (<6) dan Sulfur Slagging Index (<0,5) tetap rendah, menandakan potensi slagging akibat sulfur relatif kecil. Selain itu, kandungan Fe?O? pada co-firing lebih rendah dibanding batubara murni, sehingga potensi pembentukan slag akibat oksida besi juga berkurang.
Pada indikator fouling, woodchips murni memiliki fouling index rendah (0,6), tetapi co-firing 15% menunjukkan kenaikan signifikan hingga 4,6. Peningkatan ini berkorelasi dengan naiknya kandungan Na?O dalam abu pada co-firing 15% (10,6), yang berpotensi meningkatkan risiko fouling. Kadar total alkali tertinggi juga ditemukan pada rasio ini (11,77), yang dapat mempercepat pembentukan deposit.
Pada indikator abrasi dan korosi, nilai abrasion index tertinggi terjadi pada co-firing 10% (1,9), menunjukkan potensi abrasi maksimum pada rasio ini, sedangkan nilai terendah diperoleh pada co-firing 15% (1,2). Seluruh sampel menunjukkan kandungan total klorin 0%, sehingga risiko korosi akibat klorin sangat rendah. Rasio S/Cl pada batubara murni mencapai nilai tertinggi (92,6) namun menurun pada skema co-firing. Karena kandungan klorin nol, potensi korosi dari rasio ini dapat diabaikan.
Secara keseluruhan, co-firing woodchips hingga 20% masih aman terhadap risiko slagging maupun abrasi, meskipun terjadi sedikit penurunan fusibility. Namun, co-firing 15% memerlukan perhatian khusus karena potensi fouling yang lebih tinggi akibat kenaikan kadar alkali dan Na?O dalam abu. Potensi abrasi relatif lebih tinggi pada co-firing 10%, sementara risiko korosi sangat rendah. Berdasarkan keseimbangan risiko, rasio co-firing optimal berada pada kisaran 10–20% dengan pengendalian potensi fouling pada 15%.
Pemantauan operasi menunjukkan bahwa beban pembangkit stabil pada kisaran 95 MW, steam flow sekitar 350 T/h, dan suhu FEGT antara 855–862°C baik pada kondisi baseline maupun co-firing 20%. Co-firing 10% dan 20% meningkatkan SFC (0,523 dan 0,531 kg/kWh), sedangkan co-firing 15% mempertahankan nilai SFC baseline (0,520 kg/kWh). Dari sisi ekonomi, biaya produksi listrik turun signifikan dengan efisiensi optimal pada co-firing 15% (Rp418,88/kWh), menghasilkan penghematan Rp31,78/kWh dibandingkan baseline.
Dari aspek lingkungan, penerapan co-firing menurunkan emisi SO? dari 1.544 mg/Nm³ menjadi 987 mg/Nm³ dan NO? dari 369 mg/Nm³ menjadi 310 mg/Nm³, seluruhnya di bawah baku mutu emisi yang berlaku. Pemantauan suhu gas buang pada sisi keluaran Air heater (AH Out) menunjukkan tren penurunan seiring peningkatan fraksi biomassa, dengan penurunan paling signifikan pada rasio 20%. Penurunan ini diakibatkan oleh pergeseran nyala api dan berkurangnya konsentrasi fly ash, yang memengaruhi proses perpindahan panas, menurunkan efisiensi AH, dan meningkatkan potensi kondensasi gas buang.
Berdasarkan keseluruhan analisis teknis, ekonomi, dan lingkungan, co-firing woodchips hingga 20% dinyatakan layak dan aman, dengan catatan perlunya pengendalian potensi fouling pada rasio 15%. Skema ini dapat menjadi strategi transisi energi yang efektif untuk menurunkan emisi, menghemat biaya produksi, serta mengoptimalkan pemanfaatan boiler tipe CFB di PLTU Tarahan Unit 3
Perpustakaan Digital ITB