Upaya pengendalian emisi karbon menjadi komitmen global dalam menekan laju
perubahan iklim, termasuk bagi Indonesia yang menargetkan Net Zero Emission
pada tahun 2060. Salah satu pendekatan yang banyak dikembangkan adalah
penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture
Utilization and Storage (CCUS). Teknologi ini memungkinkan penangkapan
karbon dioksida (CO?) dari sumber emisi dan penyimpanannya ke formasi geologis
bawah permukaan seperti akuifer dalam dan lapangan migas tua. Namun,
penerapan sistem ini masih menghadapi tantangan teknis yang kompleks, terutama
pada aspek flow assurance dalam sistem perpipaan injeksi CO?. Risiko
pembentukan hidrat dan korosi internal menjadi dua permasalahan utama yang
dapat mengganggu keberlangsungan operasi dan membahayakan integritas sistem
pipa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan flow assurance pada
sistem injeksi CO?, mengevaluasi efektivitas glikol sebagai inhibitor, serta
menganalisis pengaruh impurities dan transisi fase CO? terhadap kinerja sistem.
Studi dilakukan melalui pendekatan simulasi transien-dinamik dengan
mempertimbangkan parameter termodinamika, laju aliran, tekanan, suhu,
konsentrasi inhibitor, serta keberadaan impurities seperti H?S dan O?
Hasil simulasi menunjukkan bahwa sistem sangat rentan terhadap pembentukan
hidrat, terutama pada kondisi shut-in dan start-up. Penggunaan Monoethylene
Glycol (MEG) mampu menurunkan suhu kemunculan hidrat (hydrate appearance
temperature) hingga di bawah 45°F, lebih efektif dibandingkan Diethylene Glycol
(DEG). Dalam aspek korosi, peningkatan tekanan parsial CO? dan keberadaan
impurities terbukti mempercepat laju korosi, yang dapat mencapai tingkat >2
mm/year tanpa mitigasi. MEG kembali menunjukkan efektivitas dalam
menurunkan laju korosi hingga di bawah ambang batas desain. Skenario
peningkatan konsentrasi MEG hingga 60% dengan efisiensi 80% memberikan hasil
optimal, meskipun berdampak pada peningkatan biaya operasional.
Kajian juga menunjukkan bahwa fase superkritis CO? menyebabkan perubahan
densitas dan viskositas yang memicu fluktuasi pressure drop, memperburuk risiko korosi dan mengganggu kestabilan aliran. Oleh karena itu, strategi mitigasi yang
efektif mencakup pengaturan suhu dan tekanan, penghilangan kadar air sebelum
injeksi, serta penggunaan inhibitor dengan efisiensi dan dosis yang teroptimasi.
Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan sistem
CCS/CCUS tidak hanya bergantung pada ketersediaan lokasi penyimpanan, tetapi
juga pada ketepatan desain sistem injeksi yang memperhatikan aspek flow
assurance. Rekomendasi yang diberikan dalam studi ini diharapkan dapat menjadi
acuan teknis dalam pengembangan proyek CCS/CCUS nasional di masa
mendatang.
Perpustakaan Digital ITB