Lanskap budaya merupakan pusaka yang merepresentasikan evolusi interaksi alam dan manusia. Situ Cangkuang merupakan kawasan pariwisata budaya di Kabupaten Garut, Jawa Barat, berupa hamparan danau dengan pulau yang di dalamnya terdapat artefak Candi Cangkuang bercorak Hindu, makam keramat Eyang Embah Dalem Arief Muhammad—leluhur penyebar agama Islam setempat, permukiman adat Kampung Pulo, dan bentang alam yang unik. Belum banyak studi yang membahas nilai signifikan dari Situ Cangkuang sebagai sebuah entitas lanskap budaya serta bagaimana implikasinya terhadap pengembangan pariwisata kawasan.
Tesis ini bertujuan untuk menghasilkan simulasi rancangan lanskap Kawasan Situ Cangkuang yang mengimplementasikan pelestarian nilai signifikan lanskap budaya serta mampu mengoptimalkan kualitas kepariwisataan Kawasan Situ Cangkuang secara berkelanjutan. Sasaran tesis adalah mengidentifikasi karakter perkembangan lanskap serta nilai signifikan dari lanskap budaya Kawasan Situ Cangkuang, menilai penerapan prinsip pariwisata berkelanjutan pada unsur lanskap kawasan, merumuskan kriteria perancangan lanskap berdasarkan hasil identifikasi dan penilaian, dan menghasilkan simulasi rancangan lanskap yang berkaitan. Data dihimpun dengan teknik observasi lapangan, wawancara kepada pemangku kepentingan, kuesioner kepada wisatawan dan masyarakat adat, serta studi data sekunder, sementara data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan penelitian biografi lanskap serta pendekatan perancangan landscape storytelling.
Ditemukan bahwa entitas Candi Cangkuang serta makam keramat Arief Muhammad dan pengikutnya menjadi bukti dari transisi peradaban Hindu ke Islam, ditandai dengan penempatannya di atas bukit sebagai tempat yang dianggap suci dalam kosmologi Hindu. Candi Cangkuang serta bentang alam sekitarnya pun dapat diumpamakan sebagai mikrokosmos dari Jambudwipa dan Gunung Meru. Sistem sosial serta cerita legenda kehidupan leluhur Arief Muhammad membentuk dan mengatur pola permukiman Kampung Pulo yang tidak berubah dari abad ke-17 hingga kini. Ditemukan juga fitur geografis serta artefak lainnya yang mengandung nilai signifikan pada lanskap budaya, namun tidak semuanya terintegrasi dengan skema pariwisata berkelanjutan berbasis budaya. Aspek yang memenuhi penilaian
penerapan pariwisata berkelanjutan pada unsur lanskap dalam kawasan adalah sosial-budaya dan pariwisata, sementara aspek yang belum memenuhi adalah lingkungan.
Temuan-temuan tersebut mengindikasikan kebutuhan pengembangan pariwisata Situ Cangkuang secara berkelanjutan yang mempromosikan pelestarian lanskap budaya serta memperhatikan kenyamanan dan kepuasan pengguna, dalam hal ini wisatawan dan masyarakat lokal. Narasi pada sejarah lanskap budaya Situ Cangkuang dapat dikembangkan menjadi daya tarik pada perancangan lanskap kawasan melalui pendekatan landscape storytelling. Babak-babak cerita yang diinterpretasikan dalam rencana induk lanskap di antaranya tadabur alam, apresiasi air, bermukim dan berbudaya, ziarah, refleksi diri, serta selebrasi. Pendekatan perancangan tersebut kemudian diintegrasikan dengan teknis pemenuhan kriteria perancangan yang berdasar pada hasil penilaian prinsip pariwisata berkelanjutan. Gagasan perancangan secara umum adalah tineuleum nalungtik titilar yang memiliki arti menyelam mempelajari pusaka. Terdapat tiga zona yang diusulkan, yaitu zona inti, penyangga, dan pengembangan. Konsep zonasi kemudian dielaborasi ke dalam uraian program uraian program aktivitas, sirkulasi, material, vegetasi, furnitur, bentuk, dan vista. Produk akhir perancangan adalah masterplan lanskap, rancangan lanskap pada titik-titik tertentu, dan rancangan detail. Temuan- temuan serta hasil perancangan diharapkan dapat menjadi katalis pemajuan sejarah mendorong pengembangan Kawasan Situ Cangkuang yang berorientasi pada keberlanjutan budaya dan lingkungan.
Perpustakaan Digital ITB