digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_Nurul Izzah
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang berada pada lokasi strategis di jalur perdagangan dunia. Kota Batavia dibangun oleh Belanda sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan Hindia Belanda. Kawasan Glodok Pancoran kemudian terbentuk dan berkembang melalui perjalanan panjang interaksi sosial, khususnya peran penting komunitas Tionghoa dalam aktivitas perdagangan sejak masa kolonial Belanda. Identitas lokal yang kuat tercermin melalui morfologi kawasan, aktivitas masyarakat, dan jejak arsitektural yang membentuk lanskap budaya yang khas. Kawasan Pecinan Glodok Pancoran juga menjadi salah satu pecinan tertua dan terbesar di Jakarta, sehingga ditetapkan sebagai kawasan wisata. Kawasan Pecinan Glodok Pancoran bersifat dinamis dan selalu berkembang, karena adanya kebutuhan manusia yang terus berevolusi, sehingga menciptakan adanya perubahan fisik objek spasial kawasan. Pembangunan yang dilakukan cenderung mengarah kepada modernisasi, mengutamakan objek fisik dan visual, serta kurang mempertimbangkan kondisi non-fisik dalam aspek sejarah, sosial, dan budaya. Padahal, perkembangan ruang yang terbentuk hingga saat ini berorientasi kepada aktivitas manusia di dalamnya, sehingga aspek-aspek tersebut menjadi penting. Hal ini menimbulkan adanya keterbatasan dalam merasakan ruang di suatu tempat, sehingga perlu diterapkan pendekatan baru terhadap konservasi kawasan wisata bersejarah, yaitu dengan pendekatan lanskap multisensori yang mempertimbangkan aspek fisik dan non-fisik. Perancangan ini bertujuan untuk menghasilkan rencana dan rancangan kawasan yang dapat berperan dalam pelestarian sejarah dan budaya kawasan, sehingga dapat mendukung pengembangan kawasan kota bersejarah yang berkelanjutan. Perancangan ini dilakukan dengan metode kualitatif etnografi yang menganalisis objek secara spasial (tangible) dan sosial (intangible) (Creswell, 2014), Historic Urban Landscape (HUL) untuk pengumpulan data inventarisasi data tapak, observasi dengan sensewalk mapping untuk mempelajari pengalaman ruang untuk meningkatkan persepsi sensorik (Roehr, 2021), serta pendekatan lanskap multisensori untuk mengeksplorasi, menganalisis, dan merancang tapak. Perancangan ini menghasilkan rancangan jalur wisata tematik yang menghubungkan tempat atau situs bersejarah di Kawasan Glodok Pancoran, mencakup wisata sejarah, kuliner, religi, dan arsitektur, dengan jarak tempuh yang berbeda-beda. Ruang lanskap pada tiap koridor jalan dan pocket park di sepanjang jalur wisata terbagi menjadi beberapa tipologi koridor jalan berdasarkan kondisi eksisting, lebar koridor jalan, karakter sensoryscape, dan intensitas aktivitasnya masing-masing. Tipologi tersebut kemudian dirancang melalui strategi restorasi atau peningkatan kualitas ruang dengan pendekatan multisensori, sehingga rancangan tersebut tidak hanya bertujuan untuk memulihkan citra historik, tetapi juga untuk memperkaya pengalaman ruang wisatawan dan warga. Hasil rancangan dengan pendekatan multisensori juga dapat mendukung pelestarian nilai budaya melalui penguatan identitas kawasan dan menciptakan adanya peningkatan interaksi sosial. Studi kasus mendalam dilakukan pada koridor Jalan Kemenangan Raya sebagai area dengan konsentrasi nilai sejarah yang tinggi sehingga dilalui oleh seluruh jalur wisata, memiliki aktivitas yang beragam, serta memiliki interaksi multisensori yang kompleks. Fungsi ruang koridor jalan yang masih sama dengan sejarahnya, menyebabkan strategi desain yang digunakan adalah dengan meningkatkan kualitas koridor jalan. Rancangan masterplan koridor jalan tersebut dibagi menjadi tiga segmen fungsional utama, yaitu area pertokoan dan pasar kering, area kuliner dan pasar basah, serta area wihara. Rancangan tersebut menghasilkan ruang lanskap yang dinamis, tertata, serta fleksibel bagi aktivitas pagi hingga sore hari sebagai pusat perdagangan, serta malam hari sebagai destinasi wisata kuliner dengan program Petak Sembilan Culinary Night. Penerapan konsep multisensori pada elemen desain yang dirancang, diterapkan melalui permainan visual, tekstur, suara, aroma, dan cita rasa. Hal tersebut bertujuan untuk membangkitkan rangsangan sensori visual, peraba, suara, penciuman, dan perasa, memperdalam narasi ruang, serta memperkuat rasa kebersamaan komunitas. Selain itu, dirancang pula rencana vegetasi tematik dengan menggunakan tanaman tertentu yang dekoratif, memiliki fungsi ekologis, serta memiliki makna tersendiri yang berkaitan dengan sejarah dan budaya setempat.