digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Talitha Shallum Salsabila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 1 Talitha Shallum Salsabila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 2 Talitha Shallum Salsabila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 3 Talitha Shallum Salsabila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 4 Talitha Shallum Salsabila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 5 Talitha Shallum Salsabila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

BAB 6 Talitha Shallum Salsabila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

PUSTAKA Talitha Shallum Salsabila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

LAMPIRAN Talitha Shallum Salsabila
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB

Peningkatan konektivitas transportasi publik di perkotaan berpotensi mengubah pola mobilitas dan aktivitas fisik masyarakat. Studi ini menelaah pengaruh operasionalisasi MRT Jakarta terhadap pembentukan intensi dan kebiasaan masyarakat dalam beraktivitas fisik di kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Model analisis merupakan modifikasi Theory of Planned Behavior (TPB), dengan tambahan tiga konstruk persepsi spasial perubahan pola mobilitas, aksesibilitas, dan efisiensi perjalanan serta dua konstruk perilaku aktual: intensi dan kebiasaan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif melalui survei terhadap 520 responden, dan dianalisis menggunakan metode Partial Least Squares–Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Hasil analisis menunjukkan bahwa kebiasaan merupakan prediktor paling kuat terhadap peningkatan aktivitas fisik di GBK, diikuti oleh perceived behavioral control dan efisiensi perjalanan. Sebaliknya, intensi tidak terbukti berpengaruh langsung terhadap perilaku aktual, yang mengindikasikan terjadinya intention–behavior gap yaitu ketidaksesuaian antara niat dan tindakan aktual dalam konteks mobilitas aktif ini. Ketimpangan tersebut dapat disebabkan oleh adanya hambatan lingkungan, kurangnya konsistensi pengalaman pengguna, atau belum terbentuknya stimulus rutin yang cukup kuat untuk mendorong konversi niat menjadi kebiasaan. Temuan ini menekankan pentingnya konsistensi pengalaman mobilitas dalam membentuk kebiasaan baru. Persepsi positif terhadap efisiensi dan aksesibilitas terbukti lebih efektif mendorong perubahan perilaku dibanding sekadar peningkatan intensi. Oleh karena itu, strategi pengembangan transportasi publik perlu menggabungkan pendekatan spasial dan psikososial secara simultan. Implikasi kebijakan yang disarankan mencakup penguatan integrasi antarmoda, peningkatan pengalaman pengguna yang nyaman dan repetitif, serta optimalisasi ruang publik sebagai katalis gaya hidup aktif dan berkelanjutan.