Pulau Jawa, sebagai wilayah aktif secara tektonik, kerap mengalami gempa bumi
besar akibat pertemuan Lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Aktivitas seismik
ini berpotensi memengaruhi kestabilan medan gravitasi dan model geoid regional
yang menjadi fondasi penting dalam berbagai aplikasi geospasial, seperti pemetaan
presisi, perencanaan infrastruktur, dan mitigasi bencana. Studi ini bertujuan untuk
mengevaluasi dampak gempa bumi terhadap perubahan geoid dengan studi kasus
gempa Pangandaran (Mw 7.7) yang terjadi di lepas pantai selatan Jawa.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak gemppa terhadap pemodelan
geoid regional pulau jawa yang dihitung dengan metode Kongens Tekniska
Högskola (KTH). Data yang digunakan yaitu data gayaberat kombinasi airborne,
terestris, data DTU17, data model medan gravitasi global (GGM), data tinggi
GNSS-leveling, serta data elevasi dari DEM (SRTM15 dan SRTM3). Pemodelan
geoid metode KTH dilakukan menggunakan software LSMSSOFT dan MatLab.
Pemodelan perubahan gayaberat dan perubahan geoid akibat gempa menggunakan
data 4 model gempa di pulau jawa yang diambil dari equake.rc.info. Uji ketelitian
model geoid terhadap 186 titik GNSS-Sipat datar wilayah Jawa. Setelah itu
dilakukan uji statistik untuk mengetahui signifikansi gempa terhadap model geoid.
Dampak gempa dianalisis melalui perubahan gayaberat akibat redistribusi massa
menggunakan pendekatan elastostatika Okubo, kemudian dikaji efeknya terhadap
perubahan geoid.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan pada medan
gravitasi dan permukaan geoid pascagempa, hal ini menunjukan bahwa geoid
merupakan bidang referensi vertikal yang stabil. Pembaruan geoid dilakukan jika
akurasi model geoid telah mencapai 1 cm, peningkatan akurasi model geoid dapat
dilakukan salah satunya dengan menambah pengukuran gayaberat.
Perpustakaan Digital ITB