digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pulau Jawa, sebagai wilayah aktif secara tektonik, kerap mengalami gempa bumi besar akibat pertemuan Lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Aktivitas seismik ini berpotensi memengaruhi kestabilan medan gravitasi dan model geoid regional yang menjadi fondasi penting dalam berbagai aplikasi geospasial, seperti pemetaan presisi, perencanaan infrastruktur, dan mitigasi bencana. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak gempa bumi terhadap perubahan geoid dengan studi kasus gempa Pangandaran (Mw 7.7) yang terjadi di lepas pantai selatan Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak gemppa terhadap pemodelan geoid regional pulau jawa yang dihitung dengan metode Kongens Tekniska Högskola (KTH). Data yang digunakan yaitu data gayaberat kombinasi airborne, terestris, data DTU17, data model medan gravitasi global (GGM), data tinggi GNSS-leveling, serta data elevasi dari DEM (SRTM15 dan SRTM3). Pemodelan geoid metode KTH dilakukan menggunakan software LSMSSOFT dan MatLab. Pemodelan perubahan gayaberat dan perubahan geoid akibat gempa menggunakan data 4 model gempa di pulau jawa yang diambil dari equake.rc.info. Uji ketelitian model geoid terhadap 186 titik GNSS-Sipat datar wilayah Jawa. Setelah itu dilakukan uji statistik untuk mengetahui signifikansi gempa terhadap model geoid. Dampak gempa dianalisis melalui perubahan gayaberat akibat redistribusi massa menggunakan pendekatan elastostatika Okubo, kemudian dikaji efeknya terhadap perubahan geoid. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan pada medan gravitasi dan permukaan geoid pascagempa, hal ini menunjukan bahwa geoid merupakan bidang referensi vertikal yang stabil. Pembaruan geoid dilakukan jika akurasi model geoid telah mencapai 1 cm, peningkatan akurasi model geoid dapat dilakukan salah satunya dengan menambah pengukuran gayaberat.