Estimasi magnitudo gempabumi yang akurat dan tepat waktu merupakan komponen krusial dalam sistem peringatan dini gempabumi dan tsunami yang efektif. Namun, fenomena saturasi magnitudo masih sering terjadi pada gempabumi bermagnitudo besar (M > 7,5), terutama akibat clipping sinyal pada sensor seismik yang berdekatan dengan episenter, yang menyebabkan amplitudo sinyal melebihi batas pengukuran instrumen dan menghasilkan estimasi magnitudo yang tidak akurat. Disertasi ini mengembangkan sebuah model estimasi cepat magnitudo gempabumi dengan memanfaatkan data High-Rate Global Navigation Satellite System (HR-GNSS) dari jaringan CORS di Indonesia.
Sebanyak 87 rekaman pergeseran dari 21 kejadian gempabumi dengan magnitudo menengah hingga besar (Mw 5,6–8,4) diolah untuk memperoleh nilai Peak Ground Displacement (PGD). Berdasarkan data tersebut, dikembangkan regional PGD Scaling Law secara empiris yang menunjukkan hubungan kuat antara PGD, jarak hiposentral, dan magnitudo momen (Mw). Model ini menghasilkan deviasi absolut rata-rata (MAD) sebesar 0,21, lebih baik dibandingkan dengan model PGD global yang telah dipublikasikan sebelumnya.
Analisis retrospektif terhadap lima kejadian gempabumi besar yang terekam oleh enam atau lebih stasiun GNSS menunjukkan bahwa hukum skala PGD yang diusulkan bersifat andal dan stabil. Model ini tidak menunjukkan adanya indikasi saturasi magnitudo, bahkan untuk gempabumi besar (Mw > 8,0), dan mampu menghasilkan estimasi magnitudo berbasis PGD dalam waktu 2 hingga 3 menit setelah waktu origin (origin time). Hasil ini sesuai dengan kebutuhan waktu operasional dari sistem peringatan dini tsunami Indonesia (InaTEWS), sekaligus mengonfirmasi potensi integrasi model ini dalam operasional sistem peringatan dini tsunami secara real-time. Kendati demikian, tantangan seperti kerapatan stasiun dan latensi data tetap menjadi perhatian penting yang perlu diselesaikan untuk implementasi operasional yang optimal.
Perpustakaan Digital ITB