digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Rinzan Akhirjulima
PUBLIC Open In Flipbook Ridha Pratama Rusli

Pertumbuhan industri kendaraan bermotor yang pesat, dengan total penjualan global mencapai 430 juta unit pada periode 2019 hingga 2023, telah meningkatkan konsumsi ban hingga 2,47 miliar unit pada tahun 2023 (OICA, 2023). Keausan ban berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan, dengan melepaskan senyawa karsinogenik, seperti polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan benzo[a]pyrene (BaP). Untuk memitigasi dampak ini, Uni Eropa melalui Directive 2005/69/EC menetapkan batas maksimum PAH dalam Rubber Processing Oil (RPO) di bawah 10 ppm, serta BaP di bawah 1 ppm, guna mendorong produksi ban yang lebih aman secara lingkungan. Rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah apakah ekstraksi superkritik berbasis n-alkana dapat digunakan sebagai alternatif yang lebih efektif dibandingkan ekstraksi cair-cair konvensional, guna menurunkan kadar polisiklik aromatik (PCA) dalam RPO hingga di bawah 3%, dengan rendemen produk yang lebih tinggi dan keekonomian yang layak untuk skala industri. Secara konvensional, ekstrak hidrokarbon dengan kadar PCA di bawah 3% diperoleh melalui dua tahap ekstraksi furfural secara serial, dengan heksana sebagai pengencer untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi tahap kedua. Namun, teknologi ini memiliki kendala lingkungan, karena furfural bersifat toksik, serta biaya operasional tinggi, akibat kebutuhan dua tahap pemurnian produk dari sisa pelarut dan pengencer. Disertasi ini berfokus pada penggunaan pelarut alkana dalam ekstraksi superkritik, guna menurunkan kadar PCA dan PAH hingga di bawah 3%, dengan rendemen produk yang lebih tinggi dibandingkan metode konvensional. Penggunaan n-alkana tidak hanya berfungsi sebagai pengencer, tetapi juga sebagai pelarut aktif dalam pemisahan PCA dan PAH, sehingga proses produksi RPO dapat dilakukan secara lebih efisien. Kompleksitas karakterisasi umpan ekstrak hidrokarbon, yang merupakan produk samping dari produksi Lube Base Oil, menjadi tantangan utama dalam pengembangan ekstraksi superkritik. Oleh karena itu, karakterisasi senyawa hidrokarbon dilakukan melalui analisis sifat fisik dan kimia, mencakup densitas, komposisi SARA (Saturates, Aromatics, Resins, Asphaltenes), PiONA (Parafinik, Iso-Parafinik, Olefin, Naftenik, Aromatik), kandungan sulfur dan nitrogen, serta rasio karbon terhadap hidrogen. Profil titik didih ditentukan menggunakan Gas Chromatography, untuk memperoleh distribusi komponen dari titik didih awal hingga titik didih akhir. Komposisi SARA dalam produk turunan hidrokarbon tersier, seperti ekstrak hidrokarbon, telah mengalami perubahan signifikan dibandingkan minyak mentah. Kandungan SARA dalam umpan ekstrak hidrokarbon (2,83% Saturates; 47,51% Aromatics; 42,23% Resins; 7,43% Asphaltenes) menghasilkan Colloidal Inhibitor Index (CII) sebesar 0,11, yang dikategorikan sebagai minor atau sangat stabil, karena dominasi komponen aromatik berkontribusi terhadap kestabilan senyawa hidrokarbon tersebut. Prediksi simulasi ekstraksi superkritik, menggunakan Aspen HYSYS v.11 untuk pemodelan termodinamika serta Aspen Plus v.14 untuk validasi diagram ternary kesetimbangan fasa, menunjukkan bahwa peningkatan tekanan hingga kondisi superkritik dapat menurunkan kelarutan Oil dan memungkinkan perpindahan fasa. Sementara itu, peningkatan temperatur justru meningkatkan kelarutan Oil, sehingga menghambat pemisahan PCA. Optimasi simulasi menunjukkan bahwa dalam ekstraksi multi-tahap, estimasi rendemen dengan heksana sebesar 7,23% (PCA 2,61%), dan dengan heptana sebesar 4,66% (PCA 2,64%). Hasil ini menunjukkan efektivitas metode ini dalam pemurnian PCA. Percobaan basah laboratorium pada umpan ekstrak LMO dengan kadar PCA awal 31,59%, menunjukkan bahwa pada 300°C, 65 bar, dan SFR 10, ekstraksi satu tahap dengan pelarut heksana menghasilkan rendemen produk sebesar 12,35%, dengan penurunan kadar PCA hingga 21,69% (persentase penurunan 31,24%). Sebaliknya, percobaan dengan pelarut heptana pada kondisi sama tetapi SFR 5, menghasilkan rendemen lebih tinggi sebesar 13,81%, tetapi penurunan kadar PCA lebih kecil, dari 36,97% menjadi 32,00% (penurunan hanya 13,44%). Model simulasi ekstraksi superkritik dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi eksperimen dan akurasi estimasi parameter proses, serta divalidasi menggunakan pendekatan pseudo-komponen SARA berdasarkan data titik didih umpan. Model ekstraksi hidrokarbon kompleks dibangun dengan 33 molekul pseudo-komponen berbasis fraksi SARA, divalidasi dengan kurva titik didih, menghasilkan RMSD sebesar 3,192. Hasil ini menunjukkan akurasi pemodelan yang tinggi. Hasil optimasi simulasi ekstraksi superkritik multi-tahap, pada kondisi temperatur 300°C, tekanan 60 bar, dan SFR 20, menunjukkan bahwa rendemen produk fasa atas dapat mencapai 52,4%, dengan pemisahan kadar PCA hingga 13,6%, membuktikan efektivitas metode ini dalam pemurnian PCA dibandingkan ekstraksi satu tahap. Estimasi keekonomian menunjukkan bahwa pada kapasitas produksi TDAE sebesar 30 KTA, proses ekstraksi superkritik memiliki IRR sebesar 46,5%, dengan masa pengembalian investasi (payback period) selama 4,6 tahun, mendukung kelayakan implementasi produksi RPO ramah lingkungan, menggunakan n-alkana sebagai pelarut sekaligus pengencer dalam sistem ekstraksi superkritik. Penelitian ini telah menjawab rumusan masalah utama, yakni membuktikan bahwa ekstraksi superkritik berbasis n-alkana mampu menurunkan kadar PCA hingga di bawah 3%, dengan rendemen produk yang lebih tinggi dibandingkan metode ekstraksi cair-cair konvensional. Selain itu, kebaruan penelitian telah diimplementasikan, melalui: (a) Pendekatan pemodelan pseudo-component untuk sistem hidrokarbon kompleks, (b) Validasi kurva titik didih, serta (c) Penggunaan skema ekstraksi bertingkat untuk meningkatkan efisiensi pemisahan PCA. Dengan demikian, teknologi ekstraksi superkritik dengan n-alkana menawarkan alternatif yang lebih efektif, selektif, dan ekonomis, untuk menghasilkan RPO berkualitas tinggi, sesuai dengan standar regulasi lingkungan.