Studi terkait dengan pemikiran social-ecological resilience (SER) untuk
perencanaan masih didominasi pada peranannya dalam menjawab permasalahan di
wilayah perkotaan, sementara peran potensial SER dalam menjawab perencanaan
pada wilayah perdesaan yang semakin dinamis dan kompleks masih membutuhkan
banyak pembuktian empiris. Salah satu karakter wilayah perdesaan yang unik,
sensitif dan kompleks adalah wilayah ekosistem gambut tropis. Penelitian ini
mengisi celah pemahaman penggunaan SER dalam tata kelola wilayah dengan
karakteristik ekosistem lahan gambut tropis. Gambut tropis menjadi semakin
kompleks dan dinamis akibat dari semakin menguatnya aspek sosial-ekonomi
dalam beberapa dekade terakhir seperti yang digambarkan pada studi kasus Cagar
Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu di Riau. Penelitian ini menggunakan
pendekatan campuran kualitatif dan kuantitatif dengan memanfaatkan sumber datadata spasial, hasil wawancara, serta pengamatan lapangan yang digunakan dalam
analisisnya. Gambut tropis telah mengalami gangguan sejak lama, namun semakin
menguat sejak periode akhir era Orde Baru dalam bentuk konversi hutan rawa
gambut menjadi hutan tanaman homogen dan perkebunan intensif. Perencanaan
dan tata kelola gambut yang didominasi paradigma positivism telah banyak
merubah karakteristik unik gambut yang tergenang menjadi semakin kering. Hal ini
ditujukan untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan gambut yang dulunya
dianggap sebagai lahan tidak produktif. Perubahan ini membawa dampak pada
kemerosotan fungsi ekologis gambut, meningkatnya bencana dan semakin
terpinggirkannya komunitas lokal. Proses ko-evolusi membantu memberikan
gambaran bahwa ekosistem gambut tropis di wilayah studi bergerak menuju ke arah
unsustainable. Meskipun pengelolaan gambut telah mulai melibatkan masyarakat
lokal dalam bentuk partisipasi dan kolaborasi, namun kemunculannya seringkali
diinisiasi oleh pemerintah melalui proses teknokratis. Lahan gambut tropis sebagai
bentuk common-pool resources (CPRs) atau sumber daya bersama menghadapi
tantangan tata kelola yang berkaitan dengan isu penguasaan lahan. Tata kelola yang
menggabungkan penguasaan lahan open-access dan limited-access dalam skala
lanskap bisa digunakan untuk mengatasi konflik penguasaan lahan. Aspek
penguasaan lahan yang tidak terkelola dengan baik dapat menurunkan resiliensi dan
mempercepat keruntuhan sistem sosial-ekologis gambut tropis.
Perpustakaan Digital ITB