digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

BAB 1 Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

BAB 2 Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

BAB 3 Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

BAB 4 Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

BAB 5 Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

BAB 6 Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

BAB 7 Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

BAB 8 Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

PUSTAKA Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

LAMPIRAN Muhamad Alkaf
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira

Studi terkait dengan pemikiran social-ecological resilience (SER) untuk perencanaan masih didominasi pada peranannya dalam menjawab permasalahan di wilayah perkotaan, sementara peran potensial SER dalam menjawab perencanaan pada wilayah perdesaan yang semakin dinamis dan kompleks masih membutuhkan banyak pembuktian empiris. Salah satu karakter wilayah perdesaan yang unik, sensitif dan kompleks adalah wilayah ekosistem gambut tropis. Penelitian ini mengisi celah pemahaman penggunaan SER dalam tata kelola wilayah dengan karakteristik ekosistem lahan gambut tropis. Gambut tropis menjadi semakin kompleks dan dinamis akibat dari semakin menguatnya aspek sosial-ekonomi dalam beberapa dekade terakhir seperti yang digambarkan pada studi kasus Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu di Riau. Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran kualitatif dan kuantitatif dengan memanfaatkan sumber datadata spasial, hasil wawancara, serta pengamatan lapangan yang digunakan dalam analisisnya. Gambut tropis telah mengalami gangguan sejak lama, namun semakin menguat sejak periode akhir era Orde Baru dalam bentuk konversi hutan rawa gambut menjadi hutan tanaman homogen dan perkebunan intensif. Perencanaan dan tata kelola gambut yang didominasi paradigma positivism telah banyak merubah karakteristik unik gambut yang tergenang menjadi semakin kering. Hal ini ditujukan untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan gambut yang dulunya dianggap sebagai lahan tidak produktif. Perubahan ini membawa dampak pada kemerosotan fungsi ekologis gambut, meningkatnya bencana dan semakin terpinggirkannya komunitas lokal. Proses ko-evolusi membantu memberikan gambaran bahwa ekosistem gambut tropis di wilayah studi bergerak menuju ke arah unsustainable. Meskipun pengelolaan gambut telah mulai melibatkan masyarakat lokal dalam bentuk partisipasi dan kolaborasi, namun kemunculannya seringkali diinisiasi oleh pemerintah melalui proses teknokratis. Lahan gambut tropis sebagai bentuk common-pool resources (CPRs) atau sumber daya bersama menghadapi tantangan tata kelola yang berkaitan dengan isu penguasaan lahan. Tata kelola yang menggabungkan penguasaan lahan open-access dan limited-access dalam skala lanskap bisa digunakan untuk mengatasi konflik penguasaan lahan. Aspek penguasaan lahan yang tidak terkelola dengan baik dapat menurunkan resiliensi dan mempercepat keruntuhan sistem sosial-ekologis gambut tropis.