Indonesia memiliki lahan gambut dengan luas sekitar 24,6 juta hektare. Kebakaran
lahan gambut di Indonesian terjadi setiap tahun terutama pada musim kemarau. Pada
tahun 2019, kebakaran lahan gambut terjadi di beberapa provinsi dan menyebabkan
80% wilayah Indonesia tertutup kabut asap khususnya di wilayah Sumatera dan
Kalimantan. Faktor cuaca seperti curah hujan yang rendah dan suhu udara yang tinggi
menyebabkan permukaan lahan gambut menjadi kering. Pada saat yang sama
masyarakat melakukan aktivitas membuka lahan gambut dengan cara membakar
lahan. Pada lahan gambut yang terbakar, api menjadi besar dan kebakaran menyebar
luas mengakibatkan bencana kebakaran dan kabut asap. Kebakaran hutan dan lahan
gambut berdampak pada kerusakan lingkungan, gangguan kesehatan, gangguan
transportasi darat, laut dan udara, mengganggu kegiatan pendidikan, sosial dan
kerugian ekonomi yang besar. Upaya penanggulangan kebakaran lahan gambut
menjadi salah satu program prioritas pemerintah Republik Indonesia. Berbagai
kebijakan telah dilakukan namun sampai saat ini belum berhasil. Faktor geografis dan
minimnya infrastruktur seperti tidak adanya sistem deteksi dini kebakaran menjadi
penyebab sulitnya mengatasi kebakaran lahan gambut. Oleh karena itu diperlukan
sistem deteksi dini yang dapat memberikan informasi tingkat kerawanan kebakaran
lahan gambut sebelum terjadinya kebakaran.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan deteksi terhadap parameter yang signifikan
dalam mempengaruhi terjadinya kebakaran lahan gambut yaitu kekeringan ranting dan
ketinggian muka air. Pendekatan ini merupakan metode baru dalam sistem deteksi dini
kebakaran lahan gambut dibandingkan dengan metode yang ada sekarang. Oleh karena
itu pada penelitian ini dikembangkan sensor kekeringan ranting dan sensor ketinggian
muka air untuk mengembangkan sistem deteksi dini kebakaran lahan gambut.
Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, perangkat internet of things (IoT) yang
terdiri dari sensor-sensor, mikrokontroler STM32L052C8T6, LoRa SX1276,
minikomputer Raspberry Pi, WiFi router, dan ESP32 dapat beroperasi dengan
jangkauan komunikasi hingga 764,55 meter di hutan. Sistem sensor dapat bekerja
dengan baik menggunakan baterai dengan spesifikasi 3500mAh yang disuplai daya
listriknya oleh panel surya dapat bertahan selama 3 hari 18 jam 10 menit jika tanpa ada
matahari. Data sensor yang dikumpulkan oleh node sensor dapat ditampilkan secara
real-time pada dashboard user interface menggunakan aplikasi Grafana yang berbasis web service. Nilai kekeringan kritis ranting (mudah terbakar) berhasil didapatkan
melalui eksperimen kebakaran ranting, yaitu kurang dari 5%MC (Moisture Content).
Sensor kekeringan ranting dibuat dari elektroda logam berbahan nikel dan
dikombinasikan dengan rangkaian pembagi tegangan mampu menghasilkan tegangan
listrik yang bervariasi berdasarkan kandungan air pada ranting. Hasil pengujian sensor
kekeringan ranting diperoleh rentang pengukuran 0 – 100%MC, rentang suhu udara
lingkungan 22oC – 34oC, sensitivitas sensor 0,0395 volt/%MC dan rata-rata kesalahan
relatif sebesar 2,83%. Pada penelitian ini sensor ketinggian muka air dibuat dengan
komponen utamanya adalah optocoupler dan pelampung. Teknik ini memiliki
keunggulan yaitu jangkauan pengukuran yang panjang (large sensing range). Sensor
ketinggian muka air yang dikembangkan pada penelitian ini memiliki resolusi 3,33
mm, rentang pengukuran lebih dari 3,5 meter, dan kesalahan relatif sebesar 1,67%.
Model machine learning yang dibuat pada penelitian ini dengan algoritma Artificial
Neural Network (ANN) menggunakan dataset kebakaran hutan di Algeria
menghasilkan nilai sensitivitas sebesar 0,8974 dan nilai skor ????2 sebesar 0,8750 dapat
memprediksi 6679 data dengan benar dari 6734 data pengamatan. Sistem deteksi dini
ini diharapkan mampu memberikan informasi awal tingkat kerawanan kebakaran lahan
gambut. Informasi yang diberikan dari sistem ini dapat digunakan sebagai pendukung
kegiatan pembasahan lahan gambut untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan
gambut.
Perpustakaan Digital ITB