digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-COVER.pdf


Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB1.pdf

Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB2.pdf

Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB3.pdf

Pages from Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB4a1.pdf

Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB4a2.pdf

Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB4b.pdf

Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB4c.pdf

Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB4d.pdf

Pages from Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB4e1.pdf

Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB4e2.pdf

Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB4f.pdf

Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB4G.pdf

Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB5a.pdf

Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB5b.pdf

Pages from Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB5c.pdf

Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB5d.pdf

Pages from 2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-BAB6.pdf

2006 TS PP RAJIMAN SUNARDI 1-PUSTAKA.pdf

Abstrak: Fenomena urban sprawl melanda Indonesia seiring dengan pertambahan penduduk perkotaan yang melaju dengan pesat. Pertumbuhan ekonomi nasional yang cenderung mengandalkan kota-kota mengundang banyak penduduk perdesaan untuk datang ke kota-kota besar. Kota-kota lama tidak lagi mampu menampung arus urbanisasi yang dalam jangka waktu 30 tahun terakhir terus tumbuh di atas 3persen (firman, 1999). Urbanisasi kawasan pinggiran berlangsung secara demikian cepat, terutama oleh pembangunan lingkungan perumahan barn (Mamas, 2000). Pelayanan perkotaan masih terpusat di kota lama, walaupun penduduk kota itu terus bertambah dan bertempat tinggal semakin menjauhi pusat kotanya. Dorongan atas terjadinya urban sprawl secara tidak langsung dipengaruhi oleh kebijakan transportasi skala regional yang menginginkan efisiensi perjalanan pada skala makro atau antar kota. Ujud fisik dari kebijaksanaan ini adalah dibangunnya jaringan jalan lingkar (ring road) di banyak kota di Indonesia, karena lintasan dalam kota tidak mendukung untuk transportasi regional (hasil penelitian URGE Kelompok Peneliti Sustainable Transportation in Java oleh IUC Engineering- UGM). Pembangunan jalan lingkar berarti memberikan akses barn di kawasan pinggiran. Akses itu kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat dengan membangun perumahan barn. Tetapi orientasi kegiatan dan pemenuhan kebutuhan mereka masih saja ke pusat kota karena kurangnya penyebaran fasilitas/utilitas perkotaan seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan, niaga, pemerintahan dan pelayanan umum ke arah luar kota. Hal ini menyebabkan masyarakat di pinggiran kota lebih cenderung menggunakan moda kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil pribadi untuk menuju lokasi kegiatan yang lebih terkonsentrasi di pusat kota, sedangkan angkutan umum bermotor seperti bus, oplet dan taxi tidak menjadi pilihan alternatif, dimana salah satunya disebabkan oleh belum memadainya tingkat pelayanan angkutan umum di pinggiran kota untuk menuju pusat kota jika dibandingkan dengan di pusat kota, sehingga gejala ini menjadikan angkutan umum seolah-olah disediakan hanya bagi warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi (captive people). Fenomena ini telah mengakibatkan pertumbuhan kendaraan pribadi perkotaan sangat tinggi (di Indonesia 8-12persen pertahun). Di kota Bandung sendiri, tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi ini terlihat sangat tinggi. Pada tahun 1998 jumlah kendaraan bermotor yang tercatat di kota Bandung sebanyak 416.266 buah dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 710.775 buah. Dari tahun 1998 s/d tahun 2003 tersebut, rata-rata peningkatan jumlah kendaraan adalah sebanyak 75.258 unit pertahun atau 20,35persen (Bandung dalam Angka 1998-2003). Sementara beban biaya investasi prasarana dan sarana terutama transportasi, sangat terbatas dibandingkan dengan kebutuhan. Rata-rata pertambahan panjang jalan dari tahun 1997 s/d 2003 di kota Bandung hanya 45,34 km pertahun atau 3, 51persen pertahun. Kita juga dapat melihat bahwa penanggulangan kemacetan lalu lintas melalui pelebaran jalan tidak mudah, karena pelebaran jalan yang terus menerus tidak akan memecahkan masalah lalu lintas untuk jangka panjang. Lagi pula untuk Kota Bandung pelebaran jalan sulit dilaksanakan disebabkan oleh terbatasnya lahan dan dana yang tidak memadai. Salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung untuk menangani permasalah tersebut di atas adalah dengan menata dan meningkatkan pelayanan sistem angkutan melalui penyediaan angkutan umum masal cepat, baik yang berbasis rel maupun berbasis jalan raya. Sehubungan dengan hal ini, perlu diketahui seberapa kesediaan masyarakat terutama yang berada di pinggiran kota Bandung untuk beralih moda ke angkutan masal tersebut. Berdasarkan basil temuan yang dilakukan pada penelitian ini, kesediaan penduduk di pinggiran kota Bandung untuk menggunakan angkutan umum masal ini nantinya sangat besar terutama rumah tangga yang terdiri dari 4 orang keluarga dengan tingkat pendapatan golongan menengah ke bawah (kurang dari 1,5 juta). Meskipun umumnya rumah tangga ini memiliki satu buah mobil di rumah dan hampir semuanya memiliki sepeda motor di rumah. Kesediaan ini diperlihatkan pada maksud perjalanan yang paling banyak dilakukan oleh penduduk pinggiran yakni untuk berkerja dimana yang dominan melakukan perjalanan ini adalah bapak yang sebagian besar berprofesi sebagai pegawai pada perusahaan swasta yang berjarak 5 - 6 km dari rumah dengan menggunakan sepeda motor. Anak-anak yang dominan melakukan perjalanan ke sekolah juga bersedia untuk menggunakan angkutan umum tersebut. Anak yang bersedia untuk pindah moda ini sebahagian besar merupakan pelajar yang sudah menggunakan angkutan umum yang menempuh perjalanan dengan jarak 2 - 4 km dari rumah dan dengan menggunakan angkutan umum. Sedangkan ibu lebih cenderung untuk berbelanja di lokasi yang lebih dekat dari rumah sehingga kesediaan ibu untuk menggunakan angkutan ini nantinya tidak akan mempengaruhi kebijakan penyediaan angkutan umum masal. Dengan demikian, penduduk pinggiran Kota Bandung bagian Barat ini boleh dikatakan bersedia untuk pindah moda. Selanjutnya yang sebaiknya dilakukan pemerintah maupun pihak terkait lainnya dalam rangka peningkatan sarana dan Prasarana transportasi adalah meningkatkan mutu pelayanan sarana dan prasarana itu sendiri, terutama sarana angkutan umum.