Struktur pasar ketenagalistrikan di Indonesia diatur dengan ketat dan tidak mengikuti mekanisme pasar bebas yang bersifat liberal, sehingga menciptakan dinamika dalam pengelolaan sistem kelistrikan. Dengan bertambahnya porsi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan (EBT) intermiten, seperti tenaga surya dan angin, tantangan signifikan muncul dalam pengaturan pola operasi sistem yang optimal, mengingat fluktuasi pasokan energi yang tidak menentu. Hal ini menuntut kebijakan yang adaptif dan pengelolaan sistem yang efisien agar tetap sesuai dengan struktur pasar yang berlaku untuk menjaga keandalan pasokan listrik tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan. Model optimasi sistem ketenagalistrikan yang sedang berkembang saat ini adalah Multi-Agent System (MAS), sebuah pendekatan berbasis agen dengan arsitektur BDI (Belief, Desire, Intention). Arsitektur ini memungkinkan setiap agen merepresentasikan dinamika sistem secara mandiri, termasuk integrasi pembangkit EBT intermiten ke dalam jaringan interkoneksi. Dengan pendekatan ini, MAS mampu mengelola tantangan fluktuasi pasokan energi terbarukan, sehingga memungkinkan pembangkit tersebut bersaing secara lebih efektif dengan pembangkit konvensional. Selain itu, MAS mendukung pengambilan keputusan yang terdesentralisasi, adaptif, dan responsif terhadap perubahan kondisi jaringan. Namun demikian, hingga saat ini Indonesia belum memanfaatkan MAS dalam pengelolaan sistem ketenagalistrikan untuk menghadapi tantangan energi masa depan. Dalam penelitian ini, model MAS diterapkan dengan memodifikasi mekanisme pengambilan keputusan menggunakan pendekatan Fuzzy Cognitive Map (FCM). Dengan mengintegrasikan FCM sebagai mesin inferensi dalam agen, interaksi dinamis dalam integrasi pembangkit EBT intermiten dapat dimodelkan secara optimal. Pendekatan ini memberikan wawasan strategis yang dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan yang mendukung peningkatan porsi EBT dalam bauran energi ketenagalistrikan secara efektif dan berkelanjutan. Pengujian dilakukan dengan meningkatkan kapasitas pembangkit EBT intermiten pada sistem kelistrikan terbesar di Indonesia, yaitu jaringan Jawa-Madura-Bali (Jamali), dalam rentang 4.000 hingga 8.000 MW yang berpengaruh pada penurunan emisi karbon dan biaya pokok produksi. Hasil ini memberikan gambaran penting tentang bagaimana integrasi EBT dalam skala besar dapat mendukung target dekarbonisasi sektor energi sekaligus memengaruhi aspek ekonomi operasional sistem kelistrikan di Indonesia.