
2025 SK PP Nicholas Bravent [19021062] - Abstract
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa Ringkasan 
2025 SK PP Nicholas Bravent [19021062] - List of Contents
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa Ringkasan 
2025 SK PP Nicholas Bravent [19021062] - Chapter 1
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa Ringkasan 
2025 SK PP Nicholas Bravent [19021062] - Chapter 2
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa Ringkasan 
2025 SK PP Nicholas Bravent [19021062] - Chapter 3
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa Ringkasan 
2025 SK PP Nicholas Bravent [19021062] - Chapter 4
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa Ringkasan 
2025 SK PP Nicholas Bravent [19021062] - Chapter 5
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa Ringkasan 
2025 SK PP Nicholas Bravent [19021062] - References
PUBLIC Open In Flip Book Abdul Aziz Ariarasa Ringkasan
"Pemberontak moral" adalah individu yang menentang status quo, dipandu oleh prinsip meskipun menghadapi tekanan sosial. Konsep ini juga berlaku bagi bisnis yang menggunakan pernyataan bermuatan moral sebagai bentuk pemberontakan terhadap suatu moral perusahaan. Studi ini menyelidiki dampak pernyataan bermuatan moral terhadap niat pembelian konsumen dengan mempertimbangkan konteks budaya (budaya konteks tinggi vs konteks rendah) sebagai moderator. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan eksperimen daring berbasis desain 2x2 between-subjects, yang melibatkan partisipan dari Indonesia (budaya konteks tinggi) dan Belanda (budaya konteks rendah) yang terpapar pernyataan bermuatan moral maupun non-moral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernyataan bermuatan moral tidak secara signifikan meningkatkan niat pembelian, dan pengaruhnya tidak dipengaruhi oleh konteks budaya. Temuan ini sejalan dengan konsep "attitude-behavior gap", di mana nilai etika konsumen sering kali tidak tercermin dalam keputusan pembelian, karena pertimbangan praktis seperti harga, kualitas, dan kenyamanan lebih diutamakan. Budaya konteks tinggi, yang ditandai dengan kepercayaan yang dibangun melalui hubungan jangka panjang dan komunikasi implisit, cenderung skeptis terhadap pesan moral yang terlalu eksplisit karena dapat dianggap sebagai taktik pemasaran semata. Penelitian ini memberikan wawasan berharga bagi bisnis dalam merancang strategi branding dan pemasaran yang menggunakan pernyataan bermuatan moral, terutama dalam pasar dengan keragaman budaya. Terakhir, keterbatasan studi ini—seperti penggunaan perusahaan hipotetis, sampel budaya yang terbatas, dan tidak memasukkan respons emosional—memberikan peluang bagi penelitian selanjutnya untuk mengeksplorasi skenario dunia nyata, konteks budaya yang lebih beragam, serta interaksi antara pesan moral dan atribut produk.